Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gara-gara Tidak Punya "Kartu Emas", Mak Ening Pun Meradang Lalu Jatuh Pingsan

29 November 2014   01:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:34 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338462" align="aligncenter" width="300" caption="Kartu Perlindungan Sosial (Kompas.com)"][/caption]

Ada senyum sumringah di bibir Mak Ening (75) yang kering, saat mendengar pemerintah kembali akan membagikan ‘sedekah’. Dana kompensasi kenaikan harga BBM, bagi seorang jompo warga RT 03 RW 02 Kampung/Desa Sukamaju, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat tersebut memang disebutnya sebagai sedekah dari pemerintah, sebagaimana yang pernah diterimanya beberapa kali sebelumnya. Karena paling tidak dirinya dapat mencicipi lezatnya daging rendang dari warung nasi padang dekat kantor pos di kota kecamatan.

Bagaimanapun sekerat daging bagi Mak Ening, bisa dikatakan ditemuinya paling hanya setahun dua kali saja. Bila tiba hari raya Iedul Fitri dirinya mengaku selalu menerima kiriman nasi dan lauk daging yang tidak seberapa dari tetangga dan sanak keluarga. Lalu pada hari raya Iedul Qurban bila kebetulan ada warga yang mampu untuk melaksanakan qurban, dari panitia dirinyapun selalu mendapat bagian sekitar satu ons daging yang di kampungnya lebih dikenal dengan sebutan satu ganting.

Kehidupan Mak Ening jauh dari berkecukupan memang. Kesehariannya ia tinggal menumpang di rumah anaknya. Sementara suami anaknya pun untuk mencukupi kebutuhan hidup sekeluarga hanyalah mengandalkan tenaga ototnya saja, yaitu kerja serabutan sebagai buruh kasar. Sehingga untuk ikut sedikit menutup kebutuhan sehari-hari, Mak Ening dengan tenaganya yang sudah banyak berkurang, bersama anak perempuannya itu kadang-kadang jadi buruh musiman di sawah orang.

Tatkala desas-desus pemerintah akan kembali memberikan dana kompensasi kenaikan harga BBM, Mak ening merasa yakin akan menerimanya kembali sebagaimana sebelumnya beberapa kali  ia menerimanya juga. Akan tetapi ketika tiba saatnya warga di Desa tersebut dikabarkan sudah mengambil haknya, senyum Mak Ening pun lenyap seketika. Betapa tidak, untuk kali ini dirinya ternyata tidak mendapatkan bagian.

Ketika hal itu ditanyakannya kepada Ketua RT, jawabannya karena Mak Ening tidak memiliki kartu berwarna keemasan, alias kartu perlindungan sosial yang dibagikan di era pemerintahan SBY. Lha, waktu itu meskipun tidak punya kartu ema itupun ‘kan dirinya menerima sedekah itu ? Ketua RT pun menjelaskan kalau waktu itu semua warga yang termasuk kategori miskin, tapi tidak memiliki kartu emas tersebut menerima sedekah pemerintah, karena semata-mata berupa belas kasih dari warga miskin yang memiliki kartu emas itu.

Meskipun mendapat penjelasan panjang-lebar dari Ketua RT, sepertinya Mak Ening masih juga belum memahaminya. Sepanjang gang saat pulang, nenek yang satu ini masih terdengar menggerutu. Bahkan terdengar pula ia menyumpahi pemerintah yang dianggapnya tidak adil sama sekali.

Di tengah perjalanan Mak Ening dicegat oleh Bi Kenoh, janda tua sebayanya yang tinggal terhalang tiga rumah dari rumah anak Mak Ening.

Dengan setengah berbisik Bi Kenoh mengabarkan, kalau di lingkungan RT mereka yang menerima sedekah pemerintah itu hanya tiga keluarga saja. Ketua RT sendiri, lalu anak perempuannya yang sudah berkeluarga, dan satu lagi adalah tetangga dekat rumah Ketua RT sendiri.  Padahal taraf kehidupan Ketua RT dengan Mak ening maupun Bik Kenoh, boleh dikatakan jauh berbeda. Meskipun hanya seorang petani, Ketua RT  masih termasuk kategori keluarga cukup. Bahkan Bi Kenoh yang keadaanya tidak jauh beda dengan Mak Ening pun mengaku sama-sama tidak mendapatkan jatah.

Emosi Mak Ening pun naik ke ubun-ubun seketika. Hanya saja karena besarnya amarah yang tidak seimbang dengan keadaan tubuhnya yang sudah rapuh, ahirnya nenek jompo ini pun jatuh pingsan. Dan bik Kenoh juga yang kebagian repotnya.

Karena teriakan minta tolong dari Bi Kenoh juga ahirnya penulis sendiri mengetahui duduk permasalahan yang menimpa Mak Ening, berikut pendistribusian kompensasi yang memang tidak tepat sasaran yang menjadi penyebabnya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun