Bila Mendikbud Anies Baswedan begitu menaruh perhatian besar terhadap guru berstatus honorer yang satu ini, adalah merupakan suatu kehormatan bagi seorang Maman Supratman yang telah mengabdikan dirinya sebagai pendidik selama 40 tahun di sekolah negeri dengan penuh kesetiaan, dan tanpa pernah mengeluh dengan upah yang diterima alakadarnya itu.
Melalui sosok Maman Supratman, Anies secara spontan meminta untuk merubah cara pandang masyarakat terhadap guru. Mantan peserta konvensi calon Presiden dari Partai Demoktat itu berpendapat jika guru merupakan profesi yang mulia. “Terlepas dari berbagai macam persoalan yang meliputi guru, kita harus menjadikan mereka sebagai orang-orang penting. VIP-kan guru-guru kita!" tegas Mendikbud.
Hanya saja pernyataan manta rektor termuda di Indonesia ini, sepertinya berbeda sekali dengan yang pernah disampaikan sebelumnya. Dalam acara silaturahim dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia beberapa waktu lalu, dikatakannya bahwa nilai rata-rata uji kompetensi guru yang diharapkan 70, dalam kenyataannya hanya baru sampai pada angka 44,5 saja.
Posisi Indonesia di beberapa hasil analisis mengenai pendidikan juga menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dievaluasi dan diperbaiki.
"Kita posisinya nomor 40 dari 40 negara, apa pun cara yang kita siapkan, apa pun kesiapannya, apa pun alasannya, fakta ini terjadi," kata Mendikbud.
Harapan Mendikbud agar masyarakat memandang guru sebagai Very Importan Person (VIP), atawa orang yang penting, lagi mulia, di satu sisi merupakan sesuatu yang wajib hukumnya. Bagaimana pun guru di sekolah memiliki andil besar dalam menentukan arah masa depan generasi muda. Tapi di lain sisi, bisa jadi merupakan suatu hal yang wajar bila di kalangan masyarakat ada yang memandang sprofesi guru selama ini dengan sebelah mata  .
Betapa tidak, terjadinya dekadensi moral di kalangan remaja dan generasi muda dewasa ini, sudah tentu menjadi stigma di mata masyarakat jika dunia pendidikan itu sendiri telah berperan banyak di dalamnya. Dan  itu tidak dapat dipungkir lagi. Kalangan pendidik harus legawa mengakuinya.
Padahal jika dilihat dari kesejahteraan guru – PNS terutama, dewasa ini sungguh berbeda dengan dekade Orde Lama dan Orde Baru. Dengan adanya sertifikasi, tingkat kesejahteraan guru sepertinya melonjak naik dari sebelumnya. Sekarang ini sudah bukan barang aneh lagi bila di sebuah sekolah dasar di pelosok, seorang guru memarkir kendaraan pribadinya di halaman sekolahnya. Begitu juga di halaman parkir sebuah SMP Negeri yang juga berada di suatu Desa, bila berjajar mobil milik para guru sudah merupakan pemandangan yang biasa. Dan itu pertanda kesejahteraan guru sudah mulai dirasakan oleh yang bersangkutan.
Kemudian jika nilai uji kompentensi guru sendiri masih jauh dari harapan, bisa jadi hal itu pun dianggap suatu yang wajar. Bagaimana pun karena tingkat kesehteraan itu serupa sari madu dalam sekuntum bunga, sudah tentu banyak dicari lebah untuk menghisapnya. Ditambah lagi dengan mindset sebagian besar orang Indonesia yang masih punya  anggapan kalau bersekolah itu untuk mendapatkan pekerjaan, dan salah satu pekerjaan yang menjanjikan adalah menjadi guru, maka lembaga pendidikan calon guru pun ibarat jamur di musim hujan saja, bertebaran dimana-mana. Malahan layaknya  lembaga pendidikan tersebut sudah menjadi ajang bisnis saja, dan faktor fundamental untuk menjadi guru yang seutuhnya, atawa guru yang betul-betul memiliki kualitas seolah sudah dikesampingkan sama sekali.
Maka tak aneh jika hasilnya pun begitu adanya. Melaksanakan tugas di depan kelas pun selalu dihitung dengan nilai uang, sementara disiplin diri, dan pengabdian untuk mencetak generasi penerus di masa depan yang cemerlang pun tak lagi diperdulikan.
Selain itu peran pemerintah sendiri yang seringkali merubah kurikulum pendidikan, sudah tentu mempunyai peran besar dalam ‘kabar buruk’ tersebut. Bagaimana pun ganti pemerintahan, ganti menteri pendidikan, ganti pula kurikulum yang menjadi acuan guru dalam mengajar di dalam kelas. Dan itu seringkali membuat guru banyak yang kebingungan, blunder dalam menyajikan pelajaran, dan tidak sedikit ada yang sampai frustasi melaksanakannya.
Akan tetapi terlepas dari permasalahan di atas, paling tidak para guru PNS, dan yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi, sementara dalam melaksanakan tugasnya masih ogah-ogahan, dan yang ada di benaknya hanyalah kesejahteran, dan selalu masalah kesejahteraan, harusnya malu dengan sikap Maman Supratman itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H