Tanggapan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dengan banyaknya korban berjatuhan akibat miras oplosan di Kabupaten Garut dan Sumedang, bagaikan orang yang menampar mukanya sendiri. Peristiwa yang menggemparkan itu disebutnya sebagai kebodohan dari warganya sendiri. Ditudingnya pula para korban itu sudah tidak berpikir waras lagi dengan dirinya dan masa depannya.
Dia menyebutkan minuman keras buatan pabrik hanya memiliki kadar alkohol 10 persen- 15 persen.
"Ini tiba-tiba kadarnya diatas 90 persen, pasti akan mematikan siapapun yang minum. Mereka sudah tidak rasional dengan dirinya dan masa depannya," ujarnya, Sabtu 6 Desember 2014
Sungguh. Pernyataan Gubernur yang satu ini seperti menampar mukanya sendiri. Atau jangan-jangan sebagai alasan dari peribahasa Lempar batu sembunyi tangan. Sebab, secara logika politik, apabila warganya itu bodoh, sama artinya keadaan itu disebabkan oleh pemimpinnya (Gubernur) Â yang memang bodoh, dan tidak mampu menjadikan warganya pintar-pintar, atawa memahami kebenaran dan ketidakbenaran.
Sehingga muncul pertanyaan, apa saja yang sudah dikerjakan Gubernur Jawa Barat selama ini, sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkannya dua kali dalam dua periode memimpin Jawa Barat itu, sehingga masih juga banyak rakyatnya yang bodoh ?
Padahal sebagai Gubernur yang berasal dari PKS, partai politik yang mengklaim dirinya sebagai partai dakwah, di samping harus mengemban amanah jabatan sesuai konstitusi, sudah barang tentu Aher sudah hafal juga syarat-syarat dan kewajiban seorang pemimpin berdasarkan syariat agama Islam.
Dalam sejarah kekhalifahan yang sering didengar publik dari para da’i di depan mimbar, dikatakannya bagaimana seorang Umar Ibnu Khattab mengayomi warganya sedemikian telatennya, atau seorang Umar bin Abdul Aziz yang lebih mengedepankan kepentingan negara daripada keluarga. Bahkan seorang Muhammad SAW sendiri membawa misi utama untuk mencerdaskan umatnya. Sementara Aher – yang notabene biasa dipanggil ustaz saja malah dengan begitu lugasnya menudingkan telunjuk kepada warganya sendiri sebagai orang bodoh. Jadi mau kapan diajarinya rakyat Jawa Barat ini supaya pintar dan mengerti ?
Bahkan dia hanya mengatakan, pemerintah provinsi secepatnya akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengungkap peredaran minuman keras oplosan di daerah lain. "Sudah terungkap sejumlah tempat pengoplosan, kemudian kita gerakkan lagi, kita kejar lagi untuk mengungkap di daerah lain yang belum terungkap."
Ternyata baru setelah ada kejadian, dia mau bertindak. Mengapa harus jatuh korban dulu, baru mau melakukan koordinasi. Bukankah dalam Islam saja dengan gamblang dikatakan, minuman keras yang dalam bahasa agama disebut khamr itu haram hukumnya. Apa sebelumnya memang tidak ada upaya antisipasi, di luar dakwah, tapi sesuai ketentuan birokrasi misalnya ?
Aher pun hanya sampai menyesalkan, jatuhnya puluhan korban akibat menenggak minuram keras oplosan itu. Mencegahnya, dia meminta masyarakat meningkatkan pengawasannya dibarengi dengan langkah kepolisian mengungkap peredarannya. "Mudah-mudahan ini bisa berhenti," kata dia.
Apa tidak ada upaya-upaya konkret lainnya yang lebih jelas dan tegas dalam pencegahan maraknya peredaran miras yang diharamkan itu, Kang ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H