Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tarik-ulur Harga BBM, Pemerintah Jokowi-JK Harus Konsekwen

31 Desember 2014   02:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

17 Nopember 2014 lalu, Presiden Jokowi resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bensin jenis premium, atawa RON 88 dari Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500 per liter. Sementara harga solar yang semula  Rp 5.500 per liter naik menjadi Rp 7.500. Hal itu memicu sebagian besar masyarakat pemilik kendaraan bermotor roda empat dan roda dua berpaling pada BBM jenis pertamax atawa RON 92.

Umumnya pertimbangan mereka beda sedikit tak mengapa, lagipula kualitasnya konon lebih bagus untuk mesin kendaraan bila dibanding dengan jenis premium. Apalagi seiring dengan kenaikan BBM jenis premium tersebut, lima hari setelah pengumuman naiknya harga BBM jenis solar dan premium, maka  22 Nopember 2014 Pertamina telah menurunkan harga BBM jenis pertamax dari harga semula Rp 11.900 menjadi Rp 9.500.

Hanya saja harga jual BBM jenis pertamax tersebut, ternyata antara satu daerah dengan daerah lainnya tidak sama. Alias ada perbedaan. Sebagaimana penjelasan pihak Pertamina terkait selisih harga jual itu disebabkan dari pemasok utama di Balongan, Indramayu ke masing-masing daerah bergantung pada biaya jarak tempuh.

Hanya saja di tengah masyarakat pun muncul beragam pertanyaan. Kalau memang jarak tempuh yang menjadi acuan perbedaan harga jual, maka Pertamina telah melakukan suatu kekeliruan. Betapa tidak, jarak tempuh dari Balongan, Indramayu ke Jakarta menurut peta resmi pemerintah Provinsi Jawa Barat, adalah 205 KM. Dan harga jual eceran BBM jenis Pertamax di setiap SPBU di wilajah Jagodetabek Rp 9.500 per liter.

Sementara itu misalnya saja jarak tempuh dari Balongan, Indramayu ke Tasikmalaya, Jawa Barat sekitar 174 KM, dan jelas jaraknya  lebih dekat bila dibandingkan Balongan – Jakarta. Sedangkan harga eceran BBM jenis Pertamax di wilayah Tasikmalaya saat ini Rp 10.300 per liternya.  Padahal selisih jarak tempuh Balongan – Jakarta dengan Balongan – Tasikmalaya 31 KM.

Itulah masalahnya. Mengapa perhitungan Pertamina bisa terjadi kekeliruan semacam itu, atau apakah rumus yang digunakannya bukan rumusan standar matematika, dan cenderung menggunakan rumus tersendiri produk dari para pakar internal, sehingga jarak tempuh antar wilayah jadi tidak sama dengan perhitungan yang dilakukan pihak lain.

Secara kasat mata Pertamina (juga pemerintahan Jokowi)  sudah mulai lagi  mau membodohi rakyat. Alasan jarak tempuh terkait perbedaan harga jual BBM saja koq mudah ditebak rakyat yang makan bangku sekolahan tingkat SD saja tidak tamat.

Atau jangan-jangan Pertamina dan Pemerintah mau cari kenikmatan buat sesaat ?

Entahlah. Yang jelas, besok hari, Rabu (31/12/2014) pemerintah melalui Menko Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, berencana untuk mengumumkan kebijakan baru terkait bahan bakar minyak (BBM). Dan kebijakan baru itu dijelaskan olehMenteri ESDM Sudirman Said terkait harga bahan bakar minyak bersubsidi yang baru, dan mulai diberlakukan per 1 Januari 2015.

Hal itu bisa jadi disebabkan dengan terus melorotnya harga minyak dunia.  Tapi Sudirman mengatakan, nantinya akan ada dua jenis BBM, yakni BBM yang mengikuti harga pasar dan BBM yang tetap disubsidi oleh pemerintah. Untuk BBM yang disubsidi itu, pemerintah tidak lagi menetapkan harga dengan mengikuti harga minyak dunia.

Itulah masalahnya. Kemungkinan besar yang dimaksud Menteri ESDM, BBM bersubsidi itu jenis RON 88, atawa premium. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, untuk siapa BBM bersusidi itu. karena seandainya harga jualnya masih lebih murah dari harga BBM yang mengikuti harga pasar, tidak menutup kemungkinan jika regulasinya tidak tegas dan tidak jelas, maka para pengguna kendaraan dari kelas menengah ke atas pun akan kembali berbondong-bondong untuk beralih menggunakan BBM bersubsidi.

Sebagaimana harga jual pertamax (RON 92) yang berbeda-beda di berbagai wilayah, hanya karena dipengaruhi oleh tingginya ongkos angkut, semakin jauh jarak tempuh maka harga jual pun akan semakin tinggi pula, maka dengan rencana ada dua jenis harga jual BBM yang mengikuti harga pasar dengan yang mendapat subsidi pun,  secara eksplisitpemerintah dianggap tidak konsekwen, dan tetap bergantung pada kebijakan pasar.  Maka suka maupun tidak jangan salahkan masyarakat, bila ada di antara mereka, menuding pemerintah Jokowi-JK berkiblat pada paham neo-liberal. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun