Mohon tunggu...
Arman Sirait
Arman Sirait Mohon Tunggu... -

Pro Restorasi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Uang Tilang, Larinya Kemana?

5 Oktober 2011   13:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman konyol sekaligus menjengkelkan. Suatu ketika hari sabtu tahun 2007 silam, ada razia polisi sekitar 50 meter sebelah timur rumah saya. Dari arah barat saya meluncur perlahan ke arah timur hendak pulang menuju rumah, sambil membonceng ibu sehabis dari salon. Tentu saja saya sudah harus belok kiri masuk ke halaman rumah sebelum melewati razia polisi. Baru saja masuk halaman rumah, di belakang saya sudah ada polisi turun dari motornya sambil ngomel, "mau kabur ya?". Tentu saja saya kaget dan tak terima dikatakan seperti itu. Saya bilang bahwa ini rumah saya sendiri. Polisi tidak percaya. Maka kukeluarkan SIM, STNK sekaligus KTP. Saya suruh cocokkan dengan nomor rumah saya. Kelihatan polisi itu makin jengkel, mungkin karena malu, karena sempat saya damprat, "Anda ini polisi, aparat yang digaji pakai uang rakyat. Tolong kalau bicara yang sopan".

Anehnya, polisi itu tetap mengeluarkan surat tilang. Setengah protes, saya bertanya kenapa tetap ditilang juga meski surat2 lengkap, kelengkapan kendaraan juga lengkap, helm juga pakai. Jawab polisi, 'lengkap sih lengkap mas, tapi ibu sampeyan ga pake helm". Ibu saya yang sudah berada di teras rumah nyeletuk, 'iya, tadi helmnya ga kupakai, soalnya sayang rambutnya, habis dari salon". Ya sudahlah, meski mengakui kesalahan, tetap saja diberi surat tilang warna merah. Sidang hari jumat minggu depan.

Nyatanya, hari jumat seminggu kemudian, di pengadilan justru sudah disiapkan loket khusus untuk bayar "nitip sidang" 30 ribu rupiah untuk menebus STNK yang disita polisi. Antriannya luar biasa, sekitar 200an motor. Ketika tiba giliran saya, saya tanya sama petugas loket, “kenapa tak ada sidang dan hanya disuruh bayar 30 ribu untuk menebus dokumen yang disita polisi?”, petugas tersebut hanya menjawab, 'biar ga antri terlalu lama mas". Dan itu pun saya tidak diberi bukti semacam kuitansi atau apapun bahwa saya sudah bayar 30 ribu. Nah lho? Terus duitnya masuk kemana? Kalau cara kerja polisi dan pengadilan seperti ini, tidak ada bedanya dengan pemalakan oleh preman kampung dong? Mungkin yang membedakan adalah mereka memakai seragam aparat dan dilegalkan oleh undang-undang, sementara preman kampung tidak berseragam dan tidak dilegalkan oleh undang-undang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun