Mohon tunggu...
Arsip Zakaria
Arsip Zakaria Mohon Tunggu... Dosen - Pengurus dari koleksi Zakaria bin Muhammad Amin

Arsip tentang ulama Indonesia, Zakaria bin Muhammad Amin (1913-2006).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tuan Guru Haji Ahmad, Ulama Pertama Pendiri Institusi Pendidikan Islam di Pulau Bengkalis

4 Mei 2024   23:47 Diperbarui: 26 Mei 2024   16:46 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tuan Guru Haji Ahmad adalah seorang ulama dan tokoh pendidikan di Bengkalis pada awal abad ke-20. Ia dikenal sebagai orang pertama yang mendirikan institusi pendidikan Islam di Bengkalis serta berkontribusi dalam pengembangan ajaran keagamaan Islam di daerah tersebut.

Tuan Guru Haji Ahmad memiliki nama lahir Ahmad Syafi'i dan dilahirkan sekitar tahun 1885 di Kuok, sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Kampar, Riau, sebagai putra dari Haji Muhammad Ali. Pada awal abad ke-20, ia datang ke Bengkalis bersama dengan teman-temannya untuk berdagang. Ahmad kemudian membawa berbagai barang komoditas dari Bengkalis, seperti buah-buahan dan palawija, untuk diperdagangkan di daerah Semenanjung Malaysia dan menetap di Bengkalis selama dua tahun sambil menjalankan aktivitas tersebut.

Pada tahun 1914, Ahmad pindah ke Kedah, Malaya Britania, untuk menempuh pendidikan keagamaan Islam dengan belajar kepada para ulama di madrasah yang berada di sana selama tujuh tahun. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kemudian menempuh perjalanan ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki dari Malaya. Ahmad singgah ke beberapa negara untuk mencari tambahan biaya dan persediaan makanan selama masa perjalanan tersebut. Setibanya di Mekah, ia langsung melaksanakan ibadah haji dan kemudian menetap di sana selama tiga tahun untuk melanjutkan pendidikan keagamaan Islam bersama para ulama di sana.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Mekah, Ahmad menikah dengan Rohimah binti Sani. Mereka kemudian pindah ke daerah Perak, Malaya Britania, dan dikaruniai 15 orang anak, salah satunya adalah Mariah yang kemudian menikah dengan Haji Zakaria bin Haji Muhammad Amin, dan menetap di sana selama 10 tahun. Selama di Perak, Ahmad menghabiskan waktunya dengan menjadi pengajar agama Islam kepada para penduduk di berbagai tempat. 

Pada tahun 1924, Ahmad kembali ke Bengkalis dan mendirikan sekolah keagamaan dengan sistem pembelajaran halaqoh di Masjid Raya Parit Bangkong pada tahun 1927. Ia kemudian mengajarkan berbagai keilmuan di sekolah tersebut, seperti  tafsir, fikih, tauhid, nahwu shorof, tarikh islam, dan lain-lain. Beberapa murid yang pernah belajar dengan dirinya, diantaranya Haji Abdullah Nur, Haji Zakaria bin Haji Muhammad Amin, Haji Muhammad Sidik, Haji Muhammad Toha, Haji Ismail, dan Haji Umar, yang juga ikut mengajar di sekolah tersebut. 

Pada tahun 1930, Ahmad mengajak keluarganya yang berada di Perak untuk pindah ke Bengkalis dan melanjutkan aktivitas pendidikan, dan dakwah di pulau tersebut.

Pada tahun 1937, Ahmad bersama dengan menantunya yakni Haji Zakaria bin Haji Muhammad Amin mendirikan Al-Khairiyah, sebuah sekolah formal pertama di Bengkalis yang didirikan di atas tanah wakaf milik Abdul Rahman. Lokasi sekolah Al-Khairiyah berada di Jalan Sultan Syarif Kasim tepat di lahan bekas Panti Asuhan Dayang Dermah. Para murid sekolah Al-Khairiyah berasal dari beberapa daerah, diantaranya  Bengkalis, Selat Panjang, Bagansiapiapi, Rupat, Tanah Putih, Merbau, Sungai Apit, Bukit Batu, Bangkinang, dan lain-lain. Ketika pendudukan Jepang masuk ke Bengkalis pada tahun 1943, sekolah Al-Khairiyah ditutup dan para murid dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Ahmad menjadi pengajar di sekolah tersebut selama 10 tahun. Selain mengajar, ia aktif dalam mendakwahkan agama Islam kepada masyarakat di Pulau Bengkalis dan sekitarnya. Ahmad kemudian menikah untuk yang kedua kalinya dengan Khadijah binti Sulaiman dan dikaruniai lima orang anak, diantaranya Haji A. Hamid Ahmad dan Hasan Ahmad.

Selama masa pendudukan Jepang, Ahmad menerima ancaman pembunuhan dari masyarakat setempat akibat pemerintah Jepang yang melarang adanya kegiatan atau perkumpulan keagamaan. Ia kemudian pindah ke Perak dan kembali ke Bengkalis setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ahmad lalu mendirikan Masjid Al-Muttaqin yang berlokasi di Jalan Utama Pangkalan Batang, Kecamatan Bengkalis, dan aktif melaksanakan kegiatan belajar mengajar hingga meninggal dunia pada tahun 1949 di dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di Desa Pangkalan Batang, Kecamatan Bengkalis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun