Siti Zainab adalah seorang aktris, penyanyi, penari, dan ibu rumah tangga berkebangsaan Indonesia. Ia dikenal karena tampil dalam industri film Singapura pada tahun 1940-an dan 1950-an bersama dengan para bintang film Melayu terkenal, seperti Kasma Booty dan Siput Sarawak. Sebagai seorang aktris, Zainab memiliki kemampuan untuk memerankan karakter gadis yang ramah dan selalu tersenyum.
Zainab dilahirkan sebagai Siti Zainab binti Kimpal pada 31 Desember 1935 di Sabak Bernam, Selangor, sebagai anak dan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Kimpal dan Siti Khadijah. Ia memiliki seorang adik perempuan bernama Hindun dan adik laki-laki bernama Kamaruddin. Zainab menempuh pendidikan di sekolah agama dan sekolah rakyat, serta mengikuti kursus menyanyi dan menari bersama dengan Haji Gong, seorang aktor asal Singapura.
Zainab memulai kariernya sebagai aktris dengan bergabung dalam Royal Opera dan Dardanella bersama dengan kedua orangtuanya. Pada tahun 1947, ia bergabung dalam sandiwara Bintang Berlian di Palembang yang dipimpin oleh orangtuanya sendiri sebagai penyanyi dan penari. Ketika Palembang diinvasi selama lima hari oleh tentara sekutu pada masa Agresi Militer I, Zainab bersama dengan kedua orangtuanya pindah ke Lubuklinggau dan bergabung dalam sandiwara Sri Budaya yang kembali dipimpin oleh orangtuanya sendiri. Ia kemudian pindah ke Jambi dan bergabung dalam sandiwara Dian.
Zainab bersama dengan kedua orangtuanya kemudian pindah meninggalkan Sumatra menuju Singapura. Ia lalu menandatangani kontrak dengan Shaw Brothers Studio sebagai penyanyi dan penari dari perusahaan tersebut. Zainab kemudian memulai debut filmnya dengan membintangi Nasib (1949) sebagai Dayang dilanjutkan dengan membintangi Nilam (1949) sebagai anak yang berdansa dengan Dilara yang diperankan oleh Siput Sarawak. Ia lalu tampil sebagai penari dan penyanyi dalam film-film produksi Shaw Brothers Studio. Zainab membintangi banyak judul film dan tampil bersama dengan para bintang film terkenal pada masa tersebut, seperti Kasma Booty dan Siput Sarawak. Beberapa peran film terkenal Zainab, di antaranya dalam Rachun Dunia (1950) sebagai teman dari Aishah yang diperankan oleh Siput Sarawak, Bakti (1950) sebagai penari yang berduet dengan P. Ramlee, dan Takdir Ilahi (1950) sebagai Fatimah muda. Penampilan terakhirnya dalam film produksi Singapura adalah dengan berperan sebagai penari dalam Dewi Murni (1950).
Pada tahun 1950, Zainab bersama dengan kedua orangtuanya pindah kembali ke Palembang. Mereka kemudian bergabung dalam sandiwara Ratu Asia yang dipimpin oleh Sjamsuddin Sjafei pada 28 Februari 1951 ketika sandiwara tersebut sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Zainab kemudian tampil sebagai penari dan penyanyi dari sandiwara Ratu Asia dan kerap membintangi pementasan yang diadakan oleh sandiwara tersebut ketika sedang berada di Jakarta. Ia kemudian merilis dua buah lagu berjudul "Sayang di Sayang" dan "Hari Raya" yang kemudian berhasil meraih respon positif dari para penggemar musik di Jakarta. Pada 25 Mei 1951, Zainab tampil sebagai penyanyi pada malam pembukaan sandiwara Ratu Asia yang diadakan di Gedung Kesenian Jakarta dengan membawakan lagu "Hari Raya" dan berhasil meraih respon positif dari para penonton dan wartawan karena sifatnya yang ramah, serta mudah tersenyum.
Pada tahun 1956, Zainab menikah dengan ulama Zakaria bin Muhammad Amin di Bengkalis, Riau. Mereka dikaruniai tujuh orang anak, yaitu tiga orang anak laki-laki bernama Zulkarnain, seorang pegawai negeri sipil di Dinas Pertanian Provinsi Riau, Nukman, seorang pegawai negeri sipil di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Bengkalis, dan Gamal Abdul Nasir Zakaria, seorang dosen Pendidikan Islam dan Bahasa Arab di Institut Pendidikan Sultan Haji Hassanal Bolkiah di Universiti Brunei Darussalam, serta empat orang putri bernama Rinie Yuslina Fairuz, seorang pegawai negeri sipil di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Rita Puspa, seorang pegawai negeri sipil yang menjabat sebagai Wakil Direktur Bagian Pelayanan di RSUD Bengkalis, Nida Suryani, seorang guru sains di SMP Al-Amin, dan Sri Purnama Zakaria, seorang guru bahasa Inggris di SMA Negeri 2 Bengkalis. Pernikahan mereka berakhir dengan kematian Zakaria pada 1 Januari 2006.
Setelah menikah, Zainab kemudian pensiun dan menjadi ibu rumah tangga. Ia lalu bekerja sebagai juru masak pada berbagai acara pernikahan yang diadakan di Provinsi Riau. Zainab juga aktif dalam berpartisipasi pada kegiatan publik, terutama pada kegiatan keagamaan Islam yang diadakan di Bengkalis. Ia menghabiskan waktunya dengan tinggal di Bangkinang pada hari libur, seperti pada perayaan idulfitri.
Pada tahun 1970-an, Zainab fokus menetap di Bengkalis dan hanya meninggalkan kota tersebut ketika ada kerabatnya di daerah lain yang menikah atau meninggal dunia. Ia kemudian menghabiskan sisa hidupnya dengan fokus mengurus suami dan anak-anaknya.
Pada tahun 2000, Zainab mengalami nyeri lutut sehingga mempengaruhi mobilitasnya dan mengharuskannya menggunakan kursi roda. Pada tahun 2010, ia menderita radang paru-paru dan sesak nafas sehingga mengharuskannya menjalani perawatan menggunakan tabung oksigen.
Pada tahun 2012, Zainab tinggal bersama dengan putrinya, Nida, dan anak angkatnya, Misnah, sebagai kepala keluarga. Ia meninggal dunia di kamar tidur rumahnya yang berada di Kelapapati, Bengkalis, pada 21 Agustus 2014, akibat menderita serangan jantung di dalam usia 78 tahun. Jenazahnya kemudian dimakamkan bersama dengan suaminya di Taman Makam Islam Harapan pada hari yang sama.