Sampang, Madura -- Proses Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Sampang, Madura, kembali diwarnai isu politik uang. Praktik ini tentu saja mencoreng prinsip demokrasi yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam memilih pemimpin desa yang berkualitas dan berintegritas.
Berdasarkan keterangan dari beberapa warga, sejumlah calon kepala desa diduga membagikan uang tunai dan bantuan berupa sembako kepada masyarakat menjelang hari pemungutan suara. Modus ini dilakukan secara tertutup, namun banyak warga yang mengetahui praktik tersebut.
"Saya diberi amplop berisi uang Rp100.00 per orang di dalam keluarga dan diminta mendukung salah satu calon" ujar seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Sebagian masyarakat sadar akan dampaknya, tetapi banyak yang masih tergoda karena tekanan ekonomi. Ada juga yang beranggapan bahwa menerima uang adalah "hak" mereka karena merasa kurang mendapatkan manfaat dari pemerintah. Dan kebanyakan warga Sampang menunggu masa masa pemilu karena sebagian dari mereka senang jika mendapatkan uang.
Salah satu Panitia Pengawas Pemilu Desa setempat mengaku kesulitan mengungkap kasus ini karena keterbatasan bukti. Dia juga mengatakan kalau money politics yang masih terjadi dalam pemilihan umum kepala desa setempat terjadi karena Faktor utamanya adalah rendahnya pendidikan politik masyarakat dan kurangnya penegakan hukum dalam menghadapi masalah tersebut sehingga hal ini di anggap wajar oleh warga.
"Kalau dari pihak Bawaslu juga sudah memastikan kalau pilkada tahun ini tidak akan di warnai dengan money politics tetapi menurut beberapa laporan dari para warga money politics juga masih tersebar di beberapa tempat. Hal ini masih terus terjadi ya karena faktor seperti ekonomi, pendidikan dan juga kurangnya penegakan hukum yang terjadi di daerah ini" ucap Winda.
Praktik politik uang dikhawatirkan dapat memengaruhi hasil pemilihan secara tidak sehat. Beberapa masyarakat bahkan menyuarakan kekecewaannya terhadap fenomena ini. Salah satunya adalah seorang mahasiswi dari universitas veteran Surabaya yang menyebut bahwa politik uang hanya akan menciptakan pemimpin desa yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kesejahteraan masyarakat.
"Jika masyarakat terus terjebak dalam pola ini, daerah kita akan sulit berkembang. Kita butuh pemimpin yang jujur dan peduli pada pembangunan, bukan yang hanya mengandalkan uang untuk meraih kekuasaan," tegas mahasiswi tersebut yang tidak mau disebutkan namanyaÂ
Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memilih pemimpin. Selain itu, pengawasan dan penindakan tegas dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk memastikan Pilkades berjalan bersih, adil, dan transparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H