Sudah banyak dukungan baik dalam bentuk gagasan ataupun gerakan untuk menopang visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Luasnya cakupan dunia kemaritiman membuat visi ini tidak begitu saja terwujud, perlu adanya step by step untuk mewujudkan visi tersebut. Salah satunya adalah mengenai tata ruang laut, di mana nantinya sistem ini akan menjadi sebuah tata kelautan sebagai pendukung utama terwujudnya poros maritim dunia.
Sistem ini sangat diperlukan keberadaanya guna terciptanya sinergisitas dalam pembangunan dan pemanfaatan kekayaan laut, terutama sebagai pedoman/acuan dalam tata kelola bagi pemerintah dan pihak swasta dalam memanfaatkan wilayah perairan Indonesia. Selain faktor teknis Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN) ini juga termasuk dalam amanat UU, yakni pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Saat ini dapat kita lihat bagaimana adanya peningkatan konsumsi masyarakat terhadap produk perikanan, oleh karenanya apabila tidak dibarengi dengan kebijakan produksi perikanan yang benar-benar memanajemen pengelolaan, kemungkinan akan terjadi over eksploitasi. Karena saat ini, selain meningkatnya konsumsi masyarakat lokal juga adanya permintaan mancanegara dimana hal itu diperuntukkan sebagai bahan baku industri misalnya; Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Hongkong, Tiongkok, dan Negara-negara tetangga lainnya.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa laut Indonesia menjadi sumber kehidupan dan pemenuh kebutuhan konsumsi hasil laut dunia. Oleh sebab itu perlu adanya manajemen pengelolaan, agar tidak adanya penambahan permasalahan ataupun polemik di kemudian hari.
Setiap polemik yang terjadi saat ini harapannya dapat terselesaikan dengan hadirnya RTRLN. Rencana tata kelola ini juga menyangkut pembagian wewenang untuk beberapa lembaga/intansi yang ada di laut, terutama untuk wewenang instansi keamanan, misalnya antara Polair, Bakamla serta TNI. Wewenang lembaga keamanan dan hukum di laut perlu diperjelas agar tidak terjadi tumpang tindih dan konflik antar lembaga serta kegiatan penyalahgunaan wewenang lainnya.
Sudut Pandang Kearifan Lokal
Satu bagian yang jangan sampai luput dari perhatian pemerintah dalam proses penetapan RTRLN adalah kehadiran Masyarakat Pesisir. Mereka adalah sekumpulan masyarakat yang hampir seluruh kehidupannya bergantung kepada aktivitas dan sumberdaya laut. Maka dari itu mereka lah yang nantinya sangat terkena dampaknya dari kebijakan tata ruang laut ini.
Masyarakat pesisir dalam hal ini memiliki bagian yang tidak terpisahkan dari RTRLN. Sedikit banyak kebijakan ini akan berimbas terhadap keberlangsungan hidup mereka. Selain adanya ketergantungan akan laut, masyarakat pesisir dalam hal ini juga memiliki potensi yang dapat mendukung berjalannya RTRLN ini yaitu dengan adanya Kearifan Lokal.
Kearifan lokal adalah suatu adat istiadat yang bisa digunakan sebagai pendukung RTRLN terutama mengenai konservasi, dimana setiap daerah memiliki pantangan dalam hal melakukan aktivitas di laut. Seperti halnya Hukum Adat Laot, Mane’e di Sulawesi Utara, Lamafa (penjaga ikan paus) di Lamalera (NTT), Sasi di Maluku, Labuhan Kraton di Yogyakarta, dan sebagainya. Beberapa adat istiadat tersebut memiliki nilai pengelolaan sumberdaya kelautan yang tinggi. Selain yang disebutkan, masih ada beberapa nilai-nilai kearifan lokal yang mengarah kepada pengelolaan kelautan yang bijak adan arif. Selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah dapat menjadikan hal tersebut sinkron dengan kebijakannya, sebagai upaya pengelolaan laut.
Masyarakat pesisir harus dilibatkan dalam perencanaan tata ruang laut, agar nantinya kebijakan yang dikeluarkan dapat diterima secara sosial dan adanya kesiapan jauh-jauh hari dari masyarakat selaku penerima kebijakan. Sudah seharusnya masyarakat mulai diarahkan kepada kegiatan pengolahan dan inovasi. Hal tersebut dapat menurunkan jumlah eksploitatif dan meningkatkan nilai produk perikanan. Sehingga keberlanjutan sumberdaya akan tetap terjaga tanpa menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, dengan hadirnya pengolahan dan inovasi harapannya kegiatan ini dapat menyerap tenaga kerja dan menambah nilai suatu produk menjadi lebih tinggi dimana nantinya akan berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat juga menambah pemasukan devisa negara. Setiap pulau terdekat dengan sumberdaya kelautan harus memiliki industri terutama untuk pengolahan hasil perikanan, agar penanganan/pengolahan ikan segera dilakukan sehingga ikan terjaga kualitasnya dan bernilai tinggi di pasaran.