Pendidikan di Indonesia terus bertransformasi dalam meningkatkan mutunya. Dalam era Merdeka Belajar, fokus utama yang disorot adalah pada inovasi kurikulum, pemberdayaan guru, dan integrasi teknologi yang mejadi pilar-pilar utama dalam upaya memastikan setiap individu memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas. Menempatkan peserta didik sebagai landasan penting untuk menggerakkan transformasi pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih baik.
Baru-baru ini, Indonesia sedang dilanda polemik hangat pada lingkup pendidikan yang menuai aksi protes dari para mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh kenaikan UKT yang melonjak tinggi hampir di seluruh PTN di Indonesia. Bahkan, Universitas Airlangga yang 'katanya' tidak akan ikut menaikkan UKT juga pada akhirnya berbalik badan dari janji yang telah dilontarkan. Para mahasiswa menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah menijau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih menguntungkan rakyat. Dilansir dari CNBC Indonesia, Kemendikbud merespons gelombang kritik terkait UKT di perguruan tinggi yang kian mahal.
Kemendikbud Ristek menjelaskan bahwa UKT mahal di perguruan tinggi disebabkan oleh tingginya biaya penyelenggaraan pendidikan untuk memenuhi standar mutu. Biaya ini tidak dapat ditanggung sepenuhnya oleh BOPTN, sehingga perlu ditanggung oleh mahasiswa. Selain itu, Kemendikbud menegaskan bahwa pendidikan tinggi bukan termasuk dalam wajib belajar 12 tahun di Indonesia. Wajib belajar di Indonesia hanya sampai SMA, sehingga biaya pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab mahasiswa.
Hal ini pun menimbulkan berbagai pertanyaan dan ketidakpercayaan kepada pemerintah dan pihak kampus. Meski, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim memastikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah PTN yang dikabarkan naik, hanya berlaku bagi mahasiswa baru 2024 tidak membuat kecemasan publik menjadi lebih baik. Apakah biaya UKT yang tinggi adalah awal dari kualitas pendidikan kita yang membaik? Atau justru tidak berbuah apa-apa untuk pendidikan generasi mendatang? Maka pada artikel ini, akan dibahas tentang implikasi kenaikan UKT terhadap perbaikan pendidikan di Indonesia.
Pasal 6 ayat 2 Permendikbud No 2 Tahun 2024 mengatur tarif UKT terendah, yaitu UKT 1 ditetapkan sebesar Rp500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp1 juta. Pasal 7 ayat 1 menjelaskan bahwa PTN dapat menetapkan tarif UKT lebih besar dari BKT (Biaya Kuliah Tunggal) pada setiap Program Studi bagi mahasiswa program diploma dan sarjana yang diterima melalui jalur kelas internasional dan jalur kerjasama. Besaran UKT untuk kelompok mahasiswa tersebut paling tinggi dua kali lipat dari BKT yang telah ditetapkan pada setiap Program Studi.
Dilansir dari hsbc.co.id, didapatkan hasil dari sebuah riset mengenai biaya kuliah yang diadakan di 13 daerah dan negara dalam teritori HSBC. Beberapa diantaranya adalah total biaya kuliah di Australia, AS, dan Inggris yang diperkirakan di atas US$30,000 per tahun. Tidak hanya itu, total biaya kuliah di negara berkembang melebihi US$20,000 karena tingginya biaya hidup. Apalagi, biaya kuliah untuk mahasiswa internasional yang bisa melebihi biaya-biaya di atas.
Namun, dIkutip dari beberapa data study world rankings, kampus terbaik pada periode 2023-2024 justru rata-rata ditempati oleh kampus dari negara Amerika, Australia, dan Inggris pada peringkat 100 ke atas. Meski biaya pendidikan di kampus-kampus ternama di tiga negara tersebut tinggi, namun kualitas pendidikan mereka sudah tidak diragukan lagi. Sedangkan, Indonesia ada pada kisaran 200 ke bawah. Hal ini telah menunjukkan bahwa dari segi pendidikan, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara maju tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari segi sosial, kenaikan UKT hanya akan menambah dampak negatif pada kesetaraan pendidikan di Indonesia. Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dan Moderasi Beragama (Kemenko PMK) Prof. R. Agus Sartono mengatakan, dari sekitar 3,7 juta lulusan SMA, SMK dan MA tiap tahunnya, baru 1,8 juta yang diserap perguruan tinggi. Jumlah ini menunjukkan ada sekitar 1,9 juta anak muda di Indonesia belum bisa merasakan bangku perkuliahan. (Kompas, 2021).
Indonesia menganut asas ke-5 Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lalu dimanakah penerapan asas itu? Bukankah target Indonesia menjadi Indonesia Emas sudah semakin dekat? Apakah rencana Indonesia Emas akan berhasil jika akses pendidikan saja tidak merata?Â
Hal terburuk terhadap kenaikan UKT yang bisa terjadi yaitu bukannya tercipta kenaikan kualitas pendidikan di Indonesia namun sebaliknya, kenaikan UKT akan memperburuk kesetaraan pendidikan. Apalagi pendidikan adalah senjata krusial bagi bangsa Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.