Mohon tunggu...
Arrum Bunga R
Arrum Bunga R Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesulitan Membaca Siswa Sekolah Dasar Kelas I

16 Januari 2024   23:20 Diperbarui: 16 Januari 2024   23:24 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kesulitan membaca merupakan permasalahan yang dapat mempengaruhi akademik siswa. Kesulitan membaca yang dimaksud dalam hal ini adalah ditemukannya siswa kelas I yang belum bisa membaca. Permasalahan ini ditemukan di SD Muhammadiyah 3 Jakarta, lokasi penulis magang dan KKN. Jumlah siswa kelas I lumayan banyak dengan dua kelas. Diantara kedua kelas, masih terdapat siswa yang belum bisa membaca atau belum lancar membaca. Padahal salah satu persyaratan masuk Sekolah Dasar adalah sudah bisa membaca, namun kenyataan di lapangan memang tidak selamanya mengikuti peraturan resmi. Karena tidak ada tes masuk Sekolah Dasar sehingga kurang lebihnya guru akan mengetahui kemampuan siswa setelah dilakukan pembelajaran.

Belum bisa membaca dapat disebabkan oleh beberapa hal. Menurut penulis, hal  yang paling mungkin menjadi penyebab siswa belum bisa membaca adalah karena tidak diajari di TK sebelumnya atau tidak  diajari orangtua di rumah atau mungkin karena siswa memiliki kondisi sehingga belum bisa membaca. Namun, menurut penulis siswa yang belum bisa membaca di SD Muhammadiyah 3 Jakarta disebabkan oleh belum diajari di TK atau tidak diajari oleh orangtua di rumah.

Jumlah siswa yang mengalami kesulitan membaca tidak banyak, kurang dari 10 dari jumlah total siswa kelas I. Siswa yang belum bisa membaca saat pembelajaran di kelas tidak mendapat perlakuan khusus, karena pembelajaran masih berbasis "teacher centre" di mana guru lebih banyak menjelaskan tentang materi sehingga siswa lebih banyak mendengarkan. Saat diharusskan membaca atau menyimak buku, siswa yang belum bisa membaca lebih memperhatikan gambar yang ada di buku. Namun, penulis yakin bahwa siswa tetap mengalami kesulitan dalam akademik dikarenakan belum bisa membaca. Beberapa siswa yang belum bisa membaca juga menjadi kurang konsentrasi dalam pembelajaran. Karena memang anak kelas I masih banyak bermain sehingga belum terlalu fokus pada pembelajaran.

Tidak hanya dalam proses pembelajaran, belum bisa membaca dapat menyulitkan siswa dalam ujian. Saat ujian, siswa yang belum bisa membaca tidak dapat mengerjakan ujian dengan maksimal. Guru biasanya membantu siswa untuk membacakan soal lalu menanyakan apa jawaban siswa. Guru hanya bisa membantu sebanyak itu, guru tidak boleh memberikan jawaban. Namun, siswa tetap mengalami kesulitan terutama pada jenis soal isian atau uraian. Dikarenakan kebanyakan siswa yang belum bisa membaca juga tidak lancar menulis. Jika dalam pembelajaran saja siswa tidak dapat memahami penuh pelajaran tersebut maka siswa sudah jelas akan kesulitan dalam ujian. Ditambah lagi belum bisa membaca dan menulis sehingga siswa benar-benar mengalami kesulitan yang akan berpengaruh pada akademiknya.

Guru tidak serta merta menilai 100% hasil ujian karena guru masih memaklumi siswa terutama yang belum bisa membaca. Guru biasanya hanya menilai ujian dengan jenis soal pilihan ganda, karena siswa yang belum bisa membaca akan lebih mudah menjawab jenis soal pilihan ganda. Bagaimana tidak? Siswa yang belum bisa membaca, saat ujian soal dan pilihan jawaban akan dibacakan oleh guru lalu siswa hanya perlu memilih jawaban mana yang diinginkan, meskipun jawaban tersebut mengasal namun, siswa jelas memilih sendiri dan atas keinginannya sendiri. Jika pada soal isian atau uraian, siswa yang belum bisa membaca cenderung menjawab asal dan tidak jelas ingin menulis apa. Mungkin dikarenakan mereka sendiri tidak memahami soal yang dimaksud dan tidak tahu jawaban yang benar. Namun, guru tidak bisa bertindak berlebihan untuk membantu. Cukup dengan membantu siswa menuliskan sesuai dengan keinginannya jika siswa belum bisa.     

Menurut penulis, melihat situasi seperti ini paling tidak guru harusnya memberikan pembelajaran lebih. Misalnya bimbingan kepada siswa yang belum bisa membaca supaya dapat membaca dengan lancar, tentunya diimbangi dengan kolaborasi antara guru dan orangtua. Dikarenakan proses pembelajaran siswa di rumah juga menentukan proses pembelajaran siswa di sekolah. Di rumah orangtua juga dapat mengajarkan atau melatih anak untuk membaca sehingga lebih mudah menyerap atau menerima pembelajaran di sekolah.

Membaca memerlukan latihan rutin agar siswa mampu melakukannya dengan lancar. Mulai dari pengenalan huruf, mengeja, hingga membaca penuh. Bukan hanya tugas guru untuk melatih dan mengajarkan membaca, namun alangkah lebih baiknya orangtua juga melatih dan mengajarkan membaca di rumah. Misalnya orangtua membuat jadwal latihan membaca di sore hari setiap hari selama satu jam. Orangtua dapat membeli buku latihan membaca dan mengajarkannya kepada anaknya. Anak-anak akan lebih mudah menyerap pembelajaran sehingga tidak lama maka anak akan lancar membaca asalkan latihan dilakukan secara rutin dan orangtua juga memaksimalkan latihan tersebut.

Di sekolah guru tidak bisa memperlakukan anak yang belum bisa membaca secara khusus, karena guru harus menganggap semua anak sama. Sehingga guru akan mengajarkan berdasarkan mayoritas siswa, namun tentunya guru perlu memberikan perhatian lebih pada siswa yang memiliki kesulitan membaca. Misalnya siswa diminta membaca secara bergiliran tanpa terkecuali. Hal ini dapat membantu siswa yang belum bisa membaca menjadi berlatih membaca.

Membaca ini merupakan hal yang paling dasar yang harus dikuasai siswa sehingga siswa akan selamat dalam akademiknya. Oleh karena itu, tidak hanya guru yang perlu menyadari akan pentingnya membaca untuk anak namun, juga orangtua agar senantiasa mengajarkan dan melatih anaknya supaya lancar membaca. Orangtua tentu memiliki harapan yang besar terhadap anaknya untuk dapat berhasil secara akademik sehingga orangtua perlu memberikan dukungan dalam bentuk apapun. Baik hanya berupa semangat atau  upaya-upaya untuk anaknya supaya dapat lancar membaca.

Guru juga harus menggalakkan kembali budaya literasi terhadap siswa sehingga siswa tidak hanya bisa membaca tetapi juga gemar membaca. Membaca merupakan jembatan ilmu. Dari membaca kita bisa mengetahui banyak hal yang belum diketahui baik dalam hal akademik dan non-akademik. Guru dapat melakukan pembiasaan membaca melalui literasi di pagi hari 15 menit sebelum mulainya pelajaran dengan menyediakan buku-buku cerita atau buku anak yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Hal ini dapat meningkatkan minat membaca siswa dan memungkinkan siswa mendapat pengetahuan yang lebih luas di luar pelajaran sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun