Mohon tunggu...
Arruhti Purnama Sari
Arruhti Purnama Sari Mohon Tunggu... -

"Calon Psikolog" amiin:). Saya seorang pemerhati, pembelajar dan pencinta masalah-masalah psikologi manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Asik Menggosipi Angie?

7 April 2012   16:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:54 6263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13338189241032845271

Telaah  Perspektif Psikologi Komunikasi terhadap Pemberitaan Angelina Sondakh”

Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang lebih dikenal dengan Angie Sondakh (biasa disapa ‘Angie’) kini sedang berada dalam putaran pemberitaan media akibat posisinya sebagai tersangka terkait kasus hukum Wisma Atlit.

Jika dahulu Angie di elu-elu sebagai potret perempuan Indonesia yang layak ditiru, kini Angie banyak di bikin “malu” karena terus menerus dipukuli oleh palu media satu persatu. Publik pun akhirnya meniru dan turut memalu Angie dengan semua jenis komentar, ada yang terkesan “sok tahu”, ada yang “lugu” bahkan ada pula yang “palsu”. Bagai teriris sembilu, Angie pun pasti mengeluh dengan semua itu, terlebih yang di “gosok” lebih besar kepada persoalan pribadinya yang sama sekali tidak berkorelasi terhadap status tersangka-nya atau kasus hukum yang membelitnya. Apakah karena media memang tidak pandang bulu? Pastinya tidak saya rasa. Media punya banyak agenda dan kepentingan di balik image Angie itu.

Hal ini menjadi menarik jika ditelaah dari perspektif Psikologi Komunikasi yang akan membedah motif dan faktor-faktor dibalik semua tudingan kepada manta Puteri Indonesia 2001 ini. Mengapa sangat asik dan menarik menggosok dan menggosipi seorang Angie?

Psikologi dan komunikasi merupakan dua ilmu yang sangat penting dan kuat korelasinya dalam alam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.  Psikologi sebagaimana dikatakan oleh George A. Miller : Psychology is the science that attemps to describe, predict and control mental and behavioral events (Miller, 1974:4).  Definisi ini dengan tegas menekankan bahwa psikologi berusaha untuk menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental  (kejiwaan) dan behavioral (perilaku) manusia, dalam arti sebagai suatu mekanisme untuk menggerakkan stimuli (rangsangan) bagi penyampaian pesan-pesan (komunikasi).

Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia, terutama penting bagi proses pembentukan persepsi dan mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia, serta mencoba menyimpulkan proses kesadaran/kognisi yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Sebaliknya komunikasi merupakan acuan bagi ilmu psikologi untuk menganalisis proses mental dan behavioral yang terjadi pada diri manusia.

Pada diri komunikan (yang diajak berkomunikasi), psikologi memeriksa karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Sebaliknya, pada diri komunikator (yang mengajak berkomunikasi), psikologi melacak sifat-sifat dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi lain tidak?

Psikologi juga tertarik kepada bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons bagi individu lain, bahkan sampai kepada meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Pada saat pesan sampai pada individu yang berkomunikasi, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya.

Seorang manusia hidup, tidak akan bisa dilepaskan dari kebutuhannya untuk berkomunikasi dan berperilaku berdasarkan hasil interaski tiga sub-sistem dalam kepribadian manusia yaitu Id, Ego, Superego yang terbawa dalam fisiknya. Kemampuan berpikir seorang manusia menentukan kemampuan dia untuk bertindak/berperilaku dan berkomunikasi dengan sesamanya.

Jika argumen psikologi komunikasi ini kita hubungkan dengan realita yang harus dihadapi oleh seorang Angelina Sondakh (Angie) saat ini, dapatlah ditemukan bahwa memang terdapat kekuatan personal milik seorang Angie yang harus beradu dengan faktor-faktor personal, situasional beserta komponen id, ego dan superego yang dibawa oleh masing-masing publik dengan motif dan motivasinya masing-masing dalam ‘mengomentari dan menguliti’ seorang Angie.

Secara personal, Angie dikenal sebagai seorang public figure Indonesia. Dia termasuk selebritis karena dibentuk dari keberhasilannya meraih mahkota Puteri Indonesia 2001. Tentunya dengan modal keberhasilan tersebut, sang Puteri ini menjadi ikon 3B (Beauty, Brain, Behavior) Indonesia dan setelah penobatan itu, banjirlah tawaran untuk tampil dimana-mana memenuhi layar kaca.

Walau hanya setahun berhak menyandang gelar Puteri Indonesia, namun nama Angie tidak meredup setelahnya. Angie kian bersinar karena keputusannya bergabung dalam Partai Politik Demokrat dan berhasil sukses terpilih menjadi wakil rakyat selama dua periode mulai dari tahun 2005 lalu. Angie pun menjelma menjadi politisi sekaligus selebritis.

Sebelum terlilit kasus Wisma Atlit,  saya rasa penilaian publik terhadap Angie tidak ada yang menyimpang. Semua sepakat mengagumi Angie dengan segala atribut ‘unggul’ yang dibawanya. Di usia yang masih sangat muda, Angie telah meraup prestasi berlimpah. Kecantikan dan kecerdasannya tidak terbantah. Sebelum menjadi Puteri Indonesia, Angie yang asli Manado ini telah banyak mengantongi piala kontes kecantikan di daerahnya.  Hingga kini sampai menjadi politisi dan telah berstatus ‘janda’ aktor tampan Adjie Massaid, Angie tetap mempesona dalam hal kecantikan. Berkali-kali Angie terpilih sebagaiikon politisi cantik sejagad. Pertama di tahun 2009 terpilih menjadi politisi cantik dunia urutan ke 19 dari 65 politisi di 38 negara versi majalah Mexico 20 Minutos, kemudian terbaru di tahun 2011 lalu dinobatkan dalam urutan ke-7 dari 10 politisi tercantik dunia. Bahkan kalangan sesama politisinya pun – Ruhut Sitompul – mengakui bahwa banyak yang “naksir” Angie.

Pendidikannya pun cemerlang karena didukung oleh orang tuanya yang berasal dari kalangan pendidik (seorang putri Prof. Lucky Sondakh – ex. Rektor UNSRAT). Lama mengenyam pendidikan di Australia, menamatkan S1 dan S2 di Jakarta dan kini sedang menempuh jejang S3 di UI cukup menunjukkan bahwa kemampuan akademik Angie tidak perlu diragukan. Belum lagi soal kepiawaiannya bermain piano, bernyanyi, melukis, serta rajin mengarang lagu dan buku.

Sebagai seorang perempuan, Angie nyaris sempurna. Dia kini telah menjadi ibu yang memiliki 3 (tiga) orang anak yang diwariskan dari almarhum suaminya Adjie Massaid.

Dengan demikian, jelaslah bahwa ‘nilai jual’ Angie memang tinggi. Nama Angie memiliki ‘nilai berita’ yang mempu menyedot perhatian publik. Terlebih ketika sekarang namanya terlilit kasus korupsi, tentu menjadi “tambang emas” bagi media untuk mewartakannya.

Terbukti ternyata memang sangat menarik menggosipi Angie. Ketika orang ramai berkicau (berkomunikasi) membicarakannya maka semakin bergairah media menjadi penyambung lidah bagi setiap publik dan peristiwa yang sedang memperhatikan/menyoroti seorang Angie.

Faktor-faktor personal dan situasional dari yang “menggosipi” beradu dengan komponen id, ego dan superego nya.  Faktor biologis dan sosiopsikologis yang terdiri dari komponen kognitif, afektif serta konatif merupakan faktor personal yang mampu mempengaruhi perilaku manusia dalam berkomunikasi. Manusia dengan garis keturunannya ada yang memiliki perilaku tertentu dengan senang berbicara lebih banyak dari pada orang lain (biologis).  Begitupula dengan faktor luar lain yang mempengaruhi manusia sebagai makhluk sosial (sosiopsikologis) seperti kondisi intelektualitasnya yang menghasilkan kepercayaan (kognisi); motif sosiogenis, sikap dan emosi (afektif); maupun kebiasaan dan kemauan (konatif).

Jika dianalisis, faktor personal orang yang “menggosok” Angie sudah dapat dipastikan memiliki bawaan biologis “senang berbicara” dibanding yang lain;  percaya dengan apa yang dilakukan Angie (kognisi); bermotif sosiogenis ingin tahu, bermotif kompetensi agar dianggap mampu “mengupas” problem Angie, bermotif cinta kepada Angie, bermotif harga diri dankebutuhan untuk mendapatkan identitas dari kasus Angie yang ditunjukkan dengan sikap maupun emosi tertentu (afektif);  serta memiliki dorongan kemauandan kebiasaan membicarakan orang lain (konatif).

Selain itu juga di dorong oleh faktor situasional (dari luar) yang bisa mempengaruhi siapapun yang “menyoroti” Angie. Beberapa faktor situasional yang bisa kita hubungkan seperti misalnya: 1) Faktor teknologi yang kian canggih saat ini membuat akses menjadi luas, jalur-jalur terbuka kian bebas untuk mebicarakan dan menyebarkan sesuatu dengan cepat; serta 2) Lingkungan Psikososial yang menyebabkan seseorang bisa memiliki kebebasan individual atau tidak ketika menggosipi yang lainnya, misalnya orang yang berada di lingkungan organisasi dengan pengawasan ketat tidak mungkin bisa bebas leluasa bergosip dibanding orang yang berada dalam lingkungan lainnya yang tidak ketat aturan.

Kemudian, pada saat keluar pernyataan/suara dari seseorang mengenai Angie, hal tersebut juga merupakan pergumulan dari komponen Id, Ego dan Superego yang bermain di alam pikiran manusia tersebut. Bisa jadi yang keluar dari cerita-cerita (gosip) tentang Angie lebih banyak merupakan kemenangan si Id yang memang berasal dari hasrat hewani manusia (hawa nafsu) yaitu keinginan untuk “menyentil” Angie daripada si Ego yang merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan  rasional dan realistik, lebih-lebih lagi daripada si Supergeo yang merupakan polisi kepribadian yang mewakili ideal.  Ketika yang dibicarakan adalah semua hal tentang pribadi Angie yang buruk dan belum tentu kebenarannya, maka kompenen Ego dan Superego tidak ada di dalamnya karena kalah oleh Id manusia tersebut. Dia tidak lagi khawatir akan dicap sebagai perusuh atau pencampur urusan orang atau pengusil karena semua perkataannya lebih dominan di rajai oleh hasrat hewani (hawa nafsu) yang bersumber dari kebencian atau dendam pribadi.

Wallahualam Bisshawab. Semoga kita masih dikaruniai sifat pembelajar untuk terus bisa memperbaiki diri mendasarkan semua perkataan dan perilaku berdasarkan kemenangan si Ego dan Superego.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun