Di kawah candradimuka yang becek ini
Arjuna dan Sembadra menunggu sampan
Hendak menyeberang menuju air yang mewangi
Di setengah perjalanan gelap malam, di sebab Bunda Kunti sedang sakit
Sampan datang penuh tambal sulam
Jantungnya ditongkrongi segerombolan penyamun dan seorang pelacur
Yang sepertinya sudah lama memintal sarang
Menelurkan muslihat jahat, di sampan tambal sulam
Tiada pilihan lain….
Arjuna dan Sembadra menaiki sampan penyamun
Sedang Abimanyu yang terlelap di pangkuan Arjuna
Masih ingin menyandarkan lelap, di lambung sampan
Sampan bergerak berderit
Di nakhodai perompak, bukan ke tengah lautan
Menyilang jalan menepikan sampan
Di sarang perampok jalanan
Saat sampan ditepikan, lampu remang dimatikan
Lalu…. Naik dua asongan jalang
Menjajajakan detak waktu pelingkar tangan
Yang katanya harganya mahal, padahal murahan
Dari buritan sampan
Naik empat pencopet dan centeng begundal
Si pencopet merangsek ke depan
Sedang centeng begundal, pasang badan di buritan sampan
Arjuna mencium bau busuk muslihat malam
Pada saat tangan pencopet menggerayang ransel Abimanyu
Panah amarah Arjuna menancap di lengan pencopet malam
Pencopet geram, Arjuna meradang, cekcokpun menggema
Candradimuka yang becek, masihlah becek air kotor kedurjanaan
Belum dikeringkan sang penguasa kerajaan penjilat malam
Entah sampai kapan
Sedang korban-korban masih berjatuhan
NKRI, 02 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H