Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Meneladani Sang Penulis Produktif

6 Maret 2016   00:48 Diperbarui: 6 Maret 2016   01:12 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tanggal 7 Agustus 2015, kurang sepuluh hari bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan, artikel pertama penulis dengan judul “Karya Tulis Ilmiah Untuk Guru” tayang di Website Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Tanggal 27 Agustus 2015, sepuluh hari bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan, handphone penulis berdering tanda sebuah pesan singkat masuk.

DIALOG SINGKAT PENUH MAKNA

Isi pesan singkat sangat memotivasi, penuh makna dan penghargaan (reward) walaupun dalam bentuk ungkapan kalimat singkat. “Artikel Bapak di web dispendik bagus. Selamat. Apa boleh kenalan?” Isi sms di handphone jadul penulis. Karena penasaran, dialog berlanjut ”Boleh.. Siapa ini?”. Beberapa menit kemudian handphone kembali berdering “Saya Sapari dari Pajarakan pak”.

Penulis mencoba mengingat, siapakah Pak Sapari yang penuh perhatian ini. Sempat terlintas sesosok teman yang mungkin penulis kenal beberapa waktu yang telah lampau “Pak Sapari KS SMP Pajarakan 2?” penulis mencoba bertanya dan menebak. “Bukan Pak. Nama lengkap saya Achmad Sapari. Rumah di Desa Sukokerto Pajarakan”. Kembali penulis berusaha mengingat “Saya pernah dengar nama Bapak.. Unit kerja di mana Pak?” Tanya penulis penasaran. “He..he.. biar tidak penasaran. Saya pernah Kasikur di diknas, Kacabdin Tegalsiwalan, sekarang Kabid Sosbud Bappeda Kabupaten Probolinggo. Saya sering nulis di web dispendik dan media cetak. Saya senang kenalan dengan penulis. Tahun depan saya purna Pak Arif..he..he..”. Penulis hanya tersenyum kecut “Wah.. melenceng jauh.. Maaf Pak.. kapan-kapan bisa kontak darat. Saya juga ingin nimba ilmu dari Bapak.. Terima kasih atas semuanya”. Kembali dialog berlanjut ”Trim Pak.. Tulisan saya sederhana.. Maaf”. Merendah betul sosok Pak Sapari ini, hingga penulis ingat peribahasa: seperti padi, semakin berisi semakin merunduk (semakin tinggi ilmunya semakin rendah hatinya). Dialog penulis akhiri “Sama-sama Pak..”.

LUAR BIASA

Untuk menjawab rasa penasaran, penulis hunting artikel Website Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Lembar demi lembar halaman artikel web dinas dibuka. Luar biasa.. Pak Sapari sangat produktif menulis dan memposting artikel pendidikan di Website Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Tulisan beliau berbobot dan penuh makna. Mengedepankan optimisme dan memberi solusi.

Penulis nyatakan Pak Sapari produktif menulis dan rajin memposting artikel berdasarkan data artikel yang ada di Website Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, belum media lainnya. Bulan Oktober 2014 ada satu artikel yang beliau posting. Bulan Nopember 2014 ada lima artikel. Bulan Januari 2015 terdapat enam artikel yang mampu beliau angkat ke web dinas. Februari 2015 ada lima artikel. Maret 2015 dua artikel. April 2015 satu artikel. Juni 2015 tiga artikel. Setelahnya, tulisan beliau di Website Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo tidak ditemukan lagi.

Sosok Pak Sapari sebagai penulis produktif penuh inspiratif bukan hanya dikenal lokalitas Probolinggo. Pada pertemuan Pembentukan Pengurus MGMP IPS PROVINSI JAWA TIMUR, ada beberapa rekan guru dari daerah Tapal Kuda yang sudah lama mengenal beliau sebagai penulis hebat. Bahkan beberapa penulis berbakat dan berprestasi tingkat nasional pernah menimba ilmu dari Pak Sapari. Banyak buku yang sudah beliau susun dan terbitkan.

MENCOBA MENGENAL SOSOK SANG TOKOH

Penulis mencoba menelusuri, siapakah Pak Achmad Sapari yang mampu menulis dan memposting gagasan-gagasan dengan mengedepankan optimisme dan penuh solusi. Alhasil pada artikel beliau yang berjudul “Guru, Buku, dan Penulisan Kreatif” sedikit terkuak jati diri beliau.

Pak Sapari pernah menjadi guru SD (1978-2000). Suka membaca dan mencintai buku yang dilanjutkan dengan menulis kreatif. Ketika awal “belajar menulis”, beliau tidak pernah merasa takut atau malu untuk mengirimkan tulisan ke media cetak maupun panitia sayembara. Pada tahun 1983, mengikuti sayembara penulisan naskah buku bacaan anak yang diselenggarakan oleh Depdikbud (sekarang Kemendikbud). Lebih lanjut Pak Sapari mengisahkan, waktu itu belum mempunyai mesin ketik, naskah yang dikirim ke Jakarta ditulis tangan. Naskah itu memang tidak menjadi juara, akan tetapi masuk kategori “10 naskah tergolong baik” sehingga diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka, Jakarta dengan judul Di Celah-celah Tanah yang Gersang pada tahun 1986. Pengalaman pertama tersebut benar-benar menjadi pengalaman belajar (learning experience) yang mampu memotivasi beliau menjadi guru profesional sekaligus penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun