Puan, sekian judul puisi keagungan engkau kunyah dan telan
Isinya engkau buang dan berhamburan
“Aku hanya butuh kepalanya.” Kata puan. Saat telah kekenyangan Baiklah, puan. Kita berseberangan
Sejak saat itu, rembulan menertawakan perpisahan
Malam demi malam, begitu betah memahat diam
Di taman, bunga-bunga terguncang
Di sepanjang koridor, ramai perbincangan
Memperbincangkan bunga mawar di kepala puan yang telah hilang
Sejak saat itu, rembulan menertawakan perpisahan
Malam demi malam, begitu betah memahat diam
Di sepanjang koridor, ramai perbincangan
Memperbincangkan bunga mawar di kepala puan yang telah hilang
arS, 22.06.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Aku, Aksara, dan Kata-kata di Bukit Brahma
Baca juga: Senja di Pelabuhan Tanjung Tembaga
Baca juga: Perempuan di Terik Matahari
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!