Tanpa suara detak khas jam dinding, waktu berjalan mundur di website Komisi Pemilihan Umum (kpu.go.id) saat artikel ini diketik sudah di 100 hari, 19 jam, 20 menit, 35 detik menuju "Pemilu Serentak Tahun 2024". Waktu yang berdetak seakan semakin cepat menuju pesta rakyat.
Menggarisbawahi menuju "Pemilu Serentak Tahun 2024", Pemilihan Presiden Tahun 2024 (Pilpres 2024) terus mempertontonkan flirting dan tricky dari masing-masing pendukung calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Bahkan mereka tak malu menelanjangi berbagai kelemahan dan kekurangan lawan.
Upaya melakukan rayuan untuk menjaring suara bagi pendukung capres dan cawapres dengan melabelkan sang calon adalah "yang terbaik" menghiasi panggung dunia maya dan dunia nyata. Dunia nan sangat efektif meracuni dan mencuci otak warga +62 khususnya.
Seumpama produk siap jual, para elite politik pendukung capres dan cawapres tentu akan melabelkan "Kecap No. 1". Begitupun dengan para pendukung di akar rumput, tak segan mendewakan sang calon yang didukung. Mendolimi para lawan yang dapat melemahkan birahi politik mereka.
KPU sudah mengantongi tiga pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Pasangan AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) diusung koalisi Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD diusung koalisi PDIP, PPP, Partai Perindo, dan Partai Hanura. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diusung koalisi Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, PBB, Partai Gelora, Partai Garuda, PRIMA, dan PSI.
Fakta politik terbentuknya 3 pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024 cukup membuat "hati perih teriris-iris" elite politik. Bagaimana tidak perih jika birahi politik Partai Demokrat dibuat "loyo" pasangan AMIN. Sakit hati parah elite politik juga pendukung fanatik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat Gibran Rakabuming Raka dan Joko Widodo sebagai presiden yang diusung PDIP "mengkhianati" kepentingan politik partai yang dikenal bersimbol moncong putih.
Tanpa peristiwa-peristiwa itupun gesekan-gesekan kepentingan politik jelas akan tetap terjadi. Mengapa? Karena kepentingan politik dalam kontestasi Pilpres 2024 akan lebih mengedepankan bagaimana meraih kekuasaan yang bahkan (bisa jadi) dapat dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
Semua yang melek politik tahu siapa dan mengapa mereka memainkan politik saling jegal menuju Pilpres 2024. Mengesampingkan kepentingan demokrasi dan nilai-nilai konsensus yang dapat menguatkan birahi politik dalam menduduki Istana Negara nantinya.
Baik elite politik dan akar rumput, nantinya pasti akan "mempertajam rudal dan senjata politik lainnya" pada saat masa kampanye. Gesekan-gesekan kepentingan dalam hal dukung-mendukung capres dan cawapres jelas akan merebak. Menciptakan perang urat syaraf dan bisa juga adu kuat fisik dalam berbagai lingkup medan pertempuran.
Apa dampaknya? Kerukunan dan keutuhan NKRI dan bahkan kekeluargaan dipertaruhkan. Birahi politik yang tidak terkontrol dapat menimbulkan keretakan hubungan dalam keluarga. Kecewa berat dan perihnya sakit hati akan menciptakan slogan elite politik nan hiperbolik seperti misalnya "Darahku Masih Merah", "Kuredam Merahmu dengan Rimbun Hijau Rumput Tetangga".