"Yah, kapan pulang kampung? Kangen nenek. Kangen kampung."Mata bening itu, masih menatapku menyambut liburan di akhir tahun
Sebaris kalimat, kembali membuatku terpaku dan membisu
Dan menatap langit yang masih kelabu
Nak, Ayah paham apa yang ada di pikiranmu
Melukis gunung dan sawah-sawah menguning
Kuat mewarmai fatamorgana, di kepala kita
Nak, Ayah tahu semenjana di hatimu
Melewati pematang sawah yang masih basah
Dan kecipak kaki mungilmu, tetiba menyapa bening sungai itu
Saat tiba di pancuran, mata beningmu menatapku
Dan aku paham, detak semenjana di dadamu
Bermainlah, berbasahlah, sepuas kau mau, anakku
Nak, di bening matamu seakan masih bertanya
Masihkah kubuatkan senapan panjang dari pelepah pohon pisang
Dan mobil mainan dari kulit jeruk Bali? Masih anakku
Matamu semakin bening dan hening menatapku
Jangan khawatir anakku, pelepah pohon pinang yang jatuh
Masih akan membuatmu tertawa, saat kuseret di sepanjang jalan kampungku
Kulihat, langit masih berwarna kelabu
Kampungku, kembali menari-nari di pelupuk mata
Nak, semoga kampung kita tetap bersahaja di segala zaman yang ada
Sebaris kalimat, kembali membuatku terpaku dan membisu
Dan menatap langit yang masih kelabu
Melukis gunung dan sawah-sawah menguning
Kuat mewarmai fatamorgana, di kepala kita
Melewati pematang sawah yang masih basah
Dan kecipak kaki mungilmu, tetiba menyapa bening sungai itu
Dan aku paham, detak semenjana di dadamu
Bermainlah, berbasahlah, sepuas kau mau, anakku
Masihkah kubuatkan senapan panjang dari pelepah pohon pisang
Dan mobil mainan dari kulit jeruk Bali? Masih anakku
Jangan khawatir anakku, pelepah pohon pinang yang jatuh
Masih akan membuatmu tertawa, saat kuseret di sepanjang jalan kampungku
Kampungku, kembali menari-nari di pelupuk mata
Nak, semoga kampung kita tetap bersahaja di segala zaman yang ada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H