Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Calon ART nan Dekil, Auto Cut!

24 November 2021   16:03 Diperbarui: 24 November 2021   17:22 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ngakak. Sumber: Thangphan on pixabay.com

Betul, mencari dan mendapatkan asisten rumah tangga (ART) atau dulu diistilahkan pembantu rumah tangga (PRT) gampang-gampang susah.

Gampang dalam arti jika calon ART yang diharapkan sesuai dengan keinginan. Sekali cari sendiri atau lewat bantuan orang lain langsung didapat dan sesuai keinginan.

Beda dengan susah, artinya sudah sekian kali mencari sendiri dan dengan bantuan orang lain, ART tidak segara didapat. Andaipun didapat, tidak sesuai harapan.

Ketika Anak Lahir

Dalam keluarga, anak lahir butuh bantuan orang lain. Apabila hidup bersama dalam lingkup keluarga besar, akan banyak bantuan tenaga untuk merawat dan membesarkan anak.

Beda ceritanya jika keluarga perantau yang super sibuk. Suami maupun istri sama-sama bekerja. Saat anak lahir tentu membutuhkan bantuan orang lain.

Orang tua atau ibu mertua biasanya sangat bahagia saat cucu baru lahir. Ikut merawat dan menyediakan berbagai keperluan yang dibutuhkan.

Bantuan orang tua tentu tidak bisa diharapkan dalam waktu cukup lama. Apalagi mengharap merawat dan menjaga anak hingga usia masuk sekolah.

Hak orang tua untuk menentukan sikap. Sebagai anak apapun alasannya tidak dan jangan sampai memaksakan kehendak. Dalam situasi inilah jasa ART sangat dibutuhkan.

Meminta Bantuan Orang Lain

Langkah pertama dan lebih aman dilakukan dengan mencari sendiri ART. Biasanya dilakukan  dengan berburu informasi, utamanya ke rekan kerja dan kenalan yang bisa dipercaya.

Bersyukurlah jika segera mendapatkan informasi dan menemukan ART sesuai yang diharapkan. Tetapi, jika usaha awal ini gagal, maka perlu bantuan orang lain yang dikenal.

Selain saudara, rekan kerja, dan teman yang sudah dikenal baik, mencari ART bisa dilakukan dengan meminta bantuan ke sesama ART yang ada di lingkungan perumahan, pedagang kelililing, dan juga Satpam.

Penulis pernah mencoba meminta bantuan Satpam di sekitar perumahan. Kebetulan Satpam bersedia membantu. Tentu ada upah sebagai pemancing usaha.

Kedatangan Calon ART nan Dekil

Suatu siang di Hari Minggu, Satpam membawa seseorang ke rumah. Segera kami suruh masuk dan persilakan duduk di ruang tamu.

Penulis dan istri langsung fokus ke orang yang dibawa Satpam. Sudah cukup tua, berkebaya kumal, membawa bungkusan tas kresek (tas plastik) cukup besar warna merah lusuh.

Sebagai orang yang menghormati tamu, istri menghidangkan teh dan kue. Kami segera mempersilakan minum dan mencicipi kue. Lanjut ke ngobrol sesuai keperluan.

"Ibu ini siapa, Pak Satpam?"  

"Ibu calon ART, sesuai pesanan Bapak tempo hari."

Penulis dengan istri saling pandang mesra. Berusaha memahami dan menguasai keadaan. Sedangkan Ibu calon ART membuka bungkusan tas kresek dan mengeluarkan bungkusan kecil tas kresek warna hitam berisi bahan nginang atau bersirih.

Suasana hening cukup lama manakala perhatian kami tertuju pada Ibu calon ART yang sudah cukup lamban meracik selembar daun sirih, kapur, dan gambir. Lantas mengunyah dengan nyaman, senyaman rujak cingur nan pedas.

"Nama Ibu siapa?" Tanya istri.

Ibu calon ART tidak segera menjawab. Asyik dengan nginangnya yang tampak dari geal-geol kanan-kiri bibirnya yang mulai berwarna merah merona.

"Nama Ibu siapa?" Tanya istriku lagi.

Ibu calon ART masih asyik mengunyah dan kembali tidak menjawab. Akhirnya Pak Satpam menepuk pundaknya dan cukup keras berkata,"Ditanya Ibu. Siapa namanya!".

"Hah?!" Tanya Ibu calon ART kaget.

Ya ampun. Penulis dan istri kembali saling pandang dan tersenyum kecut. Perkiraan kami, Ibu calon ART mengalami gangguan pendengaran.

"Nama Ibu siapa?" Kembali Pak Satpam bertanya dengan suara ditekan lebih keras.

"Oh, Tinah." Jawab Ibu calon ART singkat. Lantas meletakkan racikan nginangnya yang sudah dikunyah begitu saja di meja tamu, tanpa diberi alas tissue yang kami sediakan.

Tidak berhenti di situ. Ibu calon ART tiba-tiba ke luar menuju garasi. Langsung meludah untuk membuang sisa kunyahan nginangnya di sela-sela garasi. Seketika istri dan penulis saling membelalak. Bukan lagi saling pandang mesra.

"Ibu silakan diminum tehnya. Habisin ya." Pinta istriku sembari mencubit pahaku. Cukup sakit kurasakan dan aku paham itu sebagai kode alam untuk segera mengambil keputusan.

Auto Cut!

Segera penulis mengajak Satpam ke depan. Sementara istri dengan agak risih menemani Ibu calon ART yang kembali asyik menginang.

"Pak Satpam. Jangan bawakan ART yang seperti ini. Maaf, dekil banget. Lihat tangan dan kakinya kotor. Belum lagi nginangnya jorok banget." Kataku menjelaskan.

"Saya yang minta maaf, Pak. Kirain tadi tidak nginang." Jawab Satpam.

"Orang mana, Pak?" Tanyaku lagi.

"Kurang tahu. Tadi sempat ngobrol di terminal dan setelah saya ajak untuk dijadikan ART dia mau." Jelas Satpam.

Aku hanya geleng-geleng kepala dan auto cut. Bisa dibayangkan kalau Ibu Tinah jadi ART di rumah, juragannya yang sibuk ngepel.

Belum lagi membayangkan seandainya anak kami diasuh Ibu Tinah nan dekil. Seperti apa ya Pembaca nan bijak?... Sila kasih komentar.

  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun