76 Tahun Indonesia Merdeka. Presiden Sukarno mampu berkuasa selama 23 tahun (1945-1967). Mengalami masa revolusi fisik, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Presiden Suharto mampu mengukir kekuasaan paling lama, 32 tahun. Sosok yang lebih dikenal "The Smiling General" berkuasa dari 1967-1998.
Bukan hendak mengulang kelahiran dan kiprah kedua tokoh. Sekedar merefleksi kisah yang masih melekat di kedua tokoh dan adanya gonjang-ganjing "pergeseran" pemilu di tahun 2027 dan atau kekuasaan presiden tiga periode.
Presiden Sukarno dan Presiden Suharto, kedua tokoh ini sudah terbukti mampu memperlama berkuasa. Akankah Presiden Joko Widodo menambah nama penguasa menjadi lebih lama juga?
Menakar Libido Politik Pak Jokowi
Kekuasaan? Jelas nikmat. Siapapun yang berpikiran wawas, bersedia duduk di "kursi empuk". Apalagi diberikan secara gratis. Tanpa peluh, uang, dan perjuangan.
Tetapi, tidak semudah yang dibayangkan. Tidak semudah membalik telapak tangan. Kekuasaan perlu diperjuangkan. Bahkan sampai tumpah darah dan meregang nyawa satu-satunya.
Entah berapa ribu liter darah harus dialirkan. Entah berapa triliun harta yang harus dilempar-lemparkan. Entah berapa nyawa yang harus dikorbankan. Demi satu kata "kekuasaan".
Begitupun dengan Pak Joko Widodo. Berangkat dari hanya seorang pengusaha lokal di Surakarta, hijrah ke Jakarta dan duduk di "Kursi Istana Merdeka".
Tapi ingat! Perjuangan Pak Jokowi (panggilan akrabnya) ibarat berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian. Banyak lembah dan gunung didaki. Lautan diseberangi.
Jutaan pendukung partisan dan non partisan berjibaku di panggung kontestasi politik nasional. Mampu mengantarkan "Sang Insinyur" dua kali duduk di kursi presiden.
Akankah Pak Jokowi "tetap kencang dan tegak" menuruti keinginan politik untuk bertahan di "Kursi RI 1" hingga Tahun 2027?
Mungkin seandainya bangsa Indonesia ini 100% menghendaki, libido (nafsu berahi yang bersifat naluri) politik Pak Jokowi bisa jadi masih mau duduk di "Kursi Istana Merdeka" hingga tahun 2027.
Tetapi, sekali lagi tidak seperti kemungkinan yang dibayangkan. Bangsa Indonesia yang plural dalam segala hal termasuk hal politik ini jelas akan berbeda menyikapinya. Pro dan kontra pasti terjadi.
Menyikapi dinamika politik ini, Pak Jokowi melalui Fadjroel Rachman (Juru Bicara Presiden) disebut tidak berminat menjabat tiga periode.
Penolakan itu muncul karena pihaknya setia pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan amanah Reformasi 1998 (Sumber: cnnindonesia.com).
Andaikan Pak Jokowi Sampai 2027, Akankah Ada "Wanita" Ikut Bermain?
Pernyataan Pak Jokowi "tidak berminat" belum ditegaskan secara langsung. Hanya melalui "Juru Bicara Presiden". Masih dimungkinkan "ada celah lain".
Jadi, masih dimungkinkan "berminat" dan "tidak berminat". Hal ini wajar karena dalam hal politik semua kemungkinan bisa terjadi.
Andaikan Pak Jokowi berminat menduduki "Kursi Istana Merdeka" hingga tahun 2027, akankah ada faktor "wanita" nantinya bisa menjatuhkannya?. Menarik diprediksi. Â
Maksud "wanita" bukan berarti Pak Jokowi punya istri lebih dari satu. Apalagi istri simpanan.
"Wanita" di artikel ini dimaksudkan menyambung pameo kejatuhan penguasa akibat "harta, tahta, dan wanita". Tetapi lebih pada makna "wanita" disebabkan "permainan politik yang cantik nan seksi" untuk menjatuhkan penguasa. Â Â
Sepeninggal Pak Karno, berita "Peninggalan Harta Karun Soekarno" cukup menggemparkan bumi nusantara. Sangat wajar mengemuka di teras berita. Mengingat ketokohan beliau.
Sangking daripada hebohnya, pemerintah Orde Baru sampai membentuk tim khusus "Pemburu Harta Karun Sukarno". Apa yang didapat? Nihil!.
Kenihilan yang sepadan dengan pembodohan yang terjadi di masyarakat. "Harta Karun Sukarno" sempat dijadikan "jualan yang sangat menggiurkan" lewat penemuan logam mulia batangan dan keping uang emas di berbagai daerah (Sumber: 1 dan 2).
Lebih miris lagi, "Harta Karun Sukarno" sempat dijadikan "jualan yang menjanjikan" lewat Yayasan Amalillah (Sumber: liputan6.com). Â
Keberadaan "Harta Karun Sukarno" yang menghebohkan sempat dibantah tegas oleh Guntur Sukarno. Â
"Bukan karena saya ingin membela ayah saya. Namun, saya tahu pasti bahwa Bung Karno sejak sebelum menjadi presiden sampai menjadi presiden sebenarnya ialah seorang yang kantongnya selalu tipis. Sebagai presiden, Bung Karno ialah presiden yang paling miskin di dunia ini. Ia tidak punya tanah, tidak punya rumah, apalagi logam-logam mulia seperti yang digembar-gemborkan orang selama ini". (Sumber: mediaindonesia.com)
Tahta Suharto, pasti semua orang yang pernah mencicipi zaman Orde Baru akan ingat pada sepak terjang "The Smiling General".
KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) begitu lekat dengan penguasa 32 tahun ini. Bahkan Mbak Tutut (Siti Hardijanti Rukmana, putri pertama Keluarga Cendana) digadang-gadang sebagai penerus "The Smiling General".
Dinamika politik susah ditebak. Saat kekuasaan Keluarga Cendana melambung di puncak, badai begitu kencang menghantam. Meruntuhkan dan memporak-porandakan kekuasaan dan kekuatan Orde Baru.
Bercermin dari dua penguasa terlama di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Pak Jokowi perlu wawas.
Perlu berpikir ulang, jangan sampai "libido politik" mudah disusupi "wanita" yang hanya akan menimbulkan keruntuhan dan keutuhan sebagai "Bapak Bangsa".
Wasana Kata
Dalam berbagai kesempatan, Pak Jokowi menolak memanjangkan kekuasaannya sebagai presiden. Meskipun hanya lewat juru bicaranya.
Semoga ini terbukti. Mengingat libido politik terkadang memang susah diprediksi. Sesuai dengan makna politik yang hakiki "Dalam Politik, Kemungkinan  Apapun Akan Terjadi".
Bagaimanapun, bangsa yang besar ini besar pula harapannya. Besar pula kemampuannya.Â
Masih banyak "penerus" yang perlu diberi kesempatan luas. Terkecuali, 100% bangsa ini "jujur dan gamblang" berkehendak agar Pak Jokowi bertahan hingga 2027 dan atau tiga periode. Bagaimana menurut Anda?...
Salam NKRI. Semoga selalu sehat dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H