Toga kebanggaan kau sandingkan dengan sumpah daripada tujuan mulia kehidupan. "Sumpah Pemuda" di kanan, "Sumpah Mahasiswa" di kiri berbalut warna keemasan. Warna simbol kejayaan yang diidam-idamkan saat perjuangan di jalan-jalan kerakyatan dan gelanggang kegetiran.
Semboyanmu dulu "Perjuangan adalah Kebanggaan". Masih kau pegang teguh saat "lugu berpolitik" di ruang-ruang sidang. Meniti dan menata kehidupan-kehidupan agar lebih bermartabat dan berkeadilan. Sampai di sini, hidupmu masih kau persembahkan untuk kemaslahatan bersama sebagai tujuan.
Manakala ambisi politikus-politikus kau kawinkan dengan nikmatnya kemegahan-kemegahan. Palu keadilan mulai kau bengkokkan dengan tetap menyangga simbol timbangan seakan-akan adalah dewa pembenaran. Keadilan adalah uang. Kebenaran seberapa besar nilai uang yang masuk dalam timbangan "ke-pribadi-an".
Tikus-tikus mulai kau piara, sebab bayaran rakyat kau anggap belum mampu memuaskan sifat-sifat keduniawian yang mulai dibangga-banggakan. Rakyat semakin berat menahan beban-beban kehidupan. Sedang kau, rapat menutup mata dan telinga di hotel-hotel kongkalikong idaman. Bahkan kadang kau bergeser ke warung pojok kumuh memainkan politik bunglon untuk menghindar dari bidikan-bidikan. Â Â Â Â Â
Hidup hanya sebentar, Kawan. Muliakanlah jiwamu dan rakyat yang terpinggirkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI