Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bakpao Pak Sumirat

17 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 17 Mei 2021   10:21 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menyendiri. Sumber: Jose Antonio Alba on Pixabay.com

"Rasa coklat, Gha?"

Dari suara saja, Pak Sumirat sudah hafal dengan siapa ia bicara.

"Coklat dan isi daging sapi, Pak. Jadikan dua bungkus, ya"

"Tumben dua bungkus?"

"Satu bungkus untuk anak-anak belajar Solawatan di Musholla. Satu bungkus untuk warga piket jaga di Poskamling"

"Baik. Tunggu sebentar, ya"

***

Agha memandang sosok tua di depannya. Gerak tangan kanan Pak Sumirat terlihat masih cekatan memindahkan dan menata bakpao ke kotak karton.

Saat ini Pak Sumirat hanya tinggal berdua dengan istrinya. Dua anaknya sudah berkeluarga dan hidup mapan. Di usia menjelang uzur, Pak Sumirat dan istrinya bertekad mandiri. Menggantungkan hidup kepada kedua anaknya bagi mereka pantangan, apalagi orang lain.

Banyak orang terkadang merasa iba dengan keadaan Pak Sumirat. Menurut pemikiran orang-orang, kelemahan fisik dan usia semakin menua sudah tidak sepatutnya mendorong gerobak. Menjual bakpao dari sore hingga larut malam.

Terkadang ada orang yang memberi uang dan bingkisan lainnya sebagai rasa iba. Pak Sumirat menolak dengan halus. Menurutnya, rezeki akan lebih barokah jika orang mau membeli bakpaonya daripada hanya memberi sesuatu atas dasar rasa iba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun