Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Romantika Andreas Tjiptadinata dan Helena Roselina", Layak Diangkat ke Layar Lebar!

9 Januari 2021   05:08 Diperbarui: 9 Januari 2021   05:37 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto-foto Pak Tjip, Bunda Rose, dan Keluarga. Sumber: Dokumentasi Pribadi Pak Tjip dan Bunda Rose

Akhirnya, di artikel Bunda Rose berjudul “Mengucapkan Janji Pernikahan Mudah (Seri 1)”, aku bisa tersenyum. Mengapa? Ibarat menemukan sebongkah emas, lewat artikel beliau, judul artikel kurasa paling pas dan berbeda dari yang lain.

Dari artikel yang bertebaran di Kompasiana, aku menjadi sosok terkurung. Betul, seakan terpenjara untuk sulit ke luar dari ruang kata. Sebab, hampir semua kata seakan habis dilahap Kompasianer dalam mempersembahkan sebuah artikel untuk Pak Tjip dan Bunda Rose.

Kompasiana, tongkrongan penulis semua golongan. Pak Tjip dan Bunda Rose, biasa aku menyapa beliau berdua di Kompasiana. Lewat blog keroyokan inilah kami saling sapa dan berkomunikasi.

Roselina Tjiptadinata nama Akun beliau di Kompasiana. Apakah Helena Roselina nama daging beliau? Entahlah, aku belum berani menanyakan langsung. Bunda Rose, biasa aku sapa di Kompasiana. Menyebut nama Bunda Rose selalu mengingatkan pada sosok ibuku.

Tjiptadinata Effendi nama lengkap beliau. Apakah Andreas Tjiptadinata nama daging beliau? Aku juga belum punya keberanian menanyakan langsung. Pak Tjip, biasa aku sapa di Kompasiana. Itu saja.

Pak Tjip dan Bunda Rose. Dua nama satu jiwa. Ada yang mau protes? Silahkan. Sekali lagi, Pak Tjip dan Bunda Rose, selalu di hati saat aku berselancar di kanal Kompasiana.

Maaf, terkadang aku lupa menyapa salah satu dari beliau berdua di Kompasiana. Bukan karena aku sengaja. Sebab aku betul-betul menghormati beliau berdua, sehingga urusan kata sapa saja harus tertata dengan tepat. Alhasil, aku kadang lupa menyapa beliau yang selalu hadir di Kompasiana.

Salam takzimku untuk Pak Tjip dan Bunda Rose, hingga tanggal 08 Januari 2021, aku belum merasa puas dan pas menyusun kata demi kata satu artikel untuk beliau berdua. Sampai sebegitunya ya? Silahkan senyum sinis. Aku terima dengan dada terbuka karena memang demikian adanya.

Kami belum pernah bertemu langsung atau melakukan pertemuan tatap muka (PTM) kalau boleh meminjam istilah pembelajaran yang lagi tren. Tetapi, suara bijak Pak Tjip dan Bunda Rose, sudah aku dengar langsung. Bahkan sudah tersimpan dengan aman dan nyaman di memori gadget yang aku punya.

Mendengar suara beliau berdua, tenang dan damai yang aku rasakan. “Bapak/Ibu yang saya cintai” Bunda Rose biasa menyapa lewat suara. “Selamat pagi” atau sesuai kondisi waktu, biasa juga Pak Tjip memberi salam pembuka.

Jangan kaget kalau ditelepon atau menelepon Pak Tjip, samar-samar akan terdengar suara Bunda Rose. Begitupun sebaliknya, jika Bunda Rose mengirim pesan suara lewat WhatApps, akan terdengar suara samar-samar Pak Tjip. Apa artinya? Beliau berdua ibarat sepasang merpati putih. Cinta dan kasih sayang beliau berdua selalu dekat dan sangat dekat. Nggak ingin jauh-jauh kayaknya. Hehehe…

Siapapun yang membaca artikel Pak Tjip dan Bunda Rose akan memiliki kesimpulan yang hampir sama. Artikel beliau sarat pengalaman berharga. Mengangkat romantika kehidupan untuk dapat diambil hikmahnya.

Romantika beliau berdua dimulai sejak mengucap janji pernikahan. Janji hidup bersama dalam keadaan apapun,“Dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihan, akan selalu mencintai dan menghormati”.

Janji ini mudah dan dapat diucapkan dengan suara lantang. Tapi janji ini akan diuji dalam perjalanan hidup kita, sanggupkah kita melaksanakannya?” Tanya Bunda Rose.

Kerja keras, menahan lapar, menahan rasa sakit, air mata yang sudah mengering, genangan air, tidak dilihat sebelah mata, berhutang untuk sebungkus nasi, anak terbaring pucat tanpa obat, istri kurus dan batuk batuk, diri saya sendiri apalagi” Kenang Pak Tjip.

Dalam kondisi seperti ini, bukannya mendapat pertolongan, tetapi kata-kata yang sering terdengar adalah "Makanya jangan buru-buru nikah, kalau hidup belum mapan. Tuh, kasihankan anak isteri". Kembali Pak Tjip menuliskan romantika rumah tangganya dalam salah satu artikel beliau.

Mengutip lebih jauh artikel Pak Tjip, alangkah terluka hati mendengarkan semua ini. Tapi Pak Tjip bersyukur kepada Tuhan, telah diberikan seorang wanita yang tidak pernah mengeluh di saat hidup mencapai titik nadir. Bahkan Bunda Rose selalu berdoa dan menyemangati :"Jangan putus asa sayang, percayalah badai pasti berlalu dan kita akan sukses".

Nah Pembaca yang budiman, kesuksesan dan kebahagiaan dapat dicapai karena ada orang hebat di sekitar kita. Bersama menghadapi tantangan dan cobaan yang kadang datang silih berganti. Romantika kisah cinta maupun kehidupan rumah tangga Pak Tjip dan Bunda Rose dapat dibaca pada artikel beliau berdua. Saya hanya mengutip sebagian kecil kisah beliau berdua yang dibagikan lewat artikel di Kompasiana.

Romantika beliau berdua layak diangkat ke layar lebar. Itulah keyakinanku dan waktu yang akan menjawabnya. Artikel ini khusus dipersembahkan kepada Pak Tjip dan Bunda Rose. Semoga beliau berdua selalu sehat dan bahagia.

Terakhir, kembali penulis kutip kalimat indah dari Bunda Rose.

“Kekuatan yang mampu membuat saya tetap tegar adalah karena kami saling mencintai sepenuh hati"

Sekian dan semoga bermanfaat.

Probolinggo, 08 Januari 2021

Mohon maaf kepada Pak Tjip dan Bunda Rose, jika ada kata dan kalimat yang kurang berkenan.

Penulis: Arif R. Saleh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun