Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Bidadari Kecilku Membacakan Puisi

16 Oktober 2020   20:48 Diperbarui: 17 Oktober 2020   12:09 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini engkau menyambutku

Aku tersenyum, dan kuajak kau duduk di sampingku

Agar tetap memberi sinar, pada mata pena

Seperti biasanya

Sebelum aku menyapa bidadari dan bidadaraku

Di surga itu


Kita bercakap-cakap berdua

Menanyakan keadilan yang masih….

Susah dipegang ekornya, kataku

Sedang kau minta langsung penggal kepala

Seperti biasa, kita mulai berdebat

Memanaskan mesin kepagian


Lalu kau diam

Aku pun diam, sesaat

Baiklah, kita perlu bermusyawarah

Untuk mencapai  mufakat, mencari jalan tengah

Lalu kita menertawakan hasilnya

Jalan tengah, gampang didapat, hahahaha….


Kita diam lagi. Kita buntu lagi

Di saat buntu, datang bidadari kecilku

Engkau menyelinap di hatiku

Bukan untuk sembunyi, melainkan memasang telinga

Seperti yang sudah-sudah

Membuatku jengkel, seringkali


Bidadari kecilku

Meniupkan kabar dari bibirnya nan mungil

Katanya, ada berandal di surgaku

Berandal kambuhan

Yang biasa, obrak-abrik surgaku

Porak-poranda rasaku


Aku diam, berusaha menahan dentuman magma

Yang sudah meletup-letup di dalam dada

Engkau tiba-tiba menyembul

Menyumpal telinga kanan

Dan lantang menabuh gendang telinga

Menjelma tetabuhan gendang perang, menyeponggang


Aku berdiri serupa panglima perang

Bergegas merangsek ke surga itu

Sedang kau, mengajak para setan dan iblis

Menghimpun kekuatan amarah, di ubun-ubunku

Andai saja malam, gendruwo dan banaspati

Pastinya kau himpun juga, hhhh….


Di surga itu, berandal sebiji kacang

Kuhantam dengan orasi Singa Afrika

Segenap mata, nyalang menatapku

Api amarahku, seketika berkobar-kobar

Membombardir dengan warna merah

Semerah wajah yang tak bisa dipadamkan


Tiba-tiba….

Bidadari kecilku lirih membacakan puisi

“Selamat Ulang Tahun, Pak Guru”

Hening. Hanya itu yang kurasa

Kulihat, engkau menelusup

Di tempat biasamu


Pojok Kenangan. Untuk Siska dkk., 17.11.lupa tahunnya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun