Braholo. Nama sebuah dusun termasuk dalam wilayah pemerintahan Desa Kedawung, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Mungkin asal nama dari Berhala. Tersisa hanya sekedar nama. Sebab tidak ditemukan satupun berhala. Di tiap sudut dan jantung Dusun Braholo.Â
Justru di jantung Braholo tersiar kabar "menggelitik telinga". Kabar beberapa lulusan anak sekolah dasar yang tidak melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat.Â
Bupati Probolinggo, selaku pimpinan pemerintah daerah sangat prihatin. Melalui dinas pendidikan, bupati segera memerintahkan mencari solusi yang cepat dan tepat. Apapun wujudnya, anak-anak usia sekolah harus menuntaskan jenjang pendidikannya. Minimal mampu menuntaskan sesuai Program Wajib Belajar 12 Tahun (Wajar 12 Tahun).
Braholo memang nama dusun yang unik. Letaknyapun juga unik. Di pegunungan menanjak. Bertabur bebatuan  dan bermantel kegersangan. Berpagar pohon-pohon jati sepanjang mata memandang. Saat kemarau panjang, pohon-pohon jati meranggas duduk berjemur dengan setia di sepanjang jalan.Â
Uniknya lagi, di Dusun Braholo hanya ada satu sekolah, yaitu SD Negeri Kedawung III. Sekolah ini selain menampung anak-anak dari Dusun Braholo, juga menerima anak-anak dari perbatasan Dusun Mlamar dan Dusun Kedawung.
Letak SD Negeri Kedawung III di Dusun Braholo memang terpencil. Minim sarana dan prasarana. Meskipun demikian jumlah siswanya cukup banyak. Total jumlah siswa di SD Negeri Kedawung III sekitar 170 siswa. Rata-rata lulusan mencapai sekitar 20 siswa. Dari sekitar 20 siswa yang lulus, hanya segelintir yang melanjutkan ke jenjang SMP. Lebih banyak yang tidak melanjutkan.
Beberapa faktor yang melatarbelakangi banyaknya siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP atau yang sederajat diantaranya : (1) tidak ada sekolah setingkat SMP, satu-satunya sekolah hanyalah SD Negeri Kedawung III; (2) kendala geografis, letak Dusun Braholo di daerah pegunungan yang cukup gersang, daerahnya menanjak dan berbatu, akses jalan sulit apalagi jika musim hujan; (3) kondisi sosial ekonomi masyarakat yang umumnya tergolong prasejahtera, nampak dari banyaknya rumah bambu berlantai tanah dan semi permanen, rata-rata pekerjaan masyarakat umumnya buruh batu dan petani ladang musiman. Â
Melihat kondisi di atas, dilematis untuk menentukan wujud keberlanjutan pendidikan anak-anak di Dusun Braholo. Mendirikan SMP jelas terkendala kurang terpenuhi syarat jumlah siswa.Â
Butuh survei menyeluruh sesuai prasyarat berdirinya lembaga pendidikan formal. Menyalurkan mereka ke SMP di ibukota kecamatan (Kecamatan Kuripan) akan menimbulkan masalah akses jalan yang sulit dan butuh sarana transportasi yang cukup banyak memakan biaya. Alternatif yang paling memungkinkan adalah dengan mendirikan TKB (Tempat Kegiatan Belajar) yang menginduk ke SMP Terbuka terdekat.
Pilihan menyalurkan keberlanjutan anak-anak di Dusun Braholo dan sekitarnya ke SMP Terbuka sesuai tujuan didirikannya SMP Terbuka.Â
Sebagaimana diketahui, SMP Terbuka adalah sekolah lanjutan tingkat pertama yang dirancang khusus untuk melayani para siswa usia 13-15 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran secara biasa pada SMP Reguler setempat, karena alasan keadaan sosial ekonomi, transportasi, kondisi geografis atau kendala waktu untuk membantu orang tua bekerja (Direktorat PSMP, 2010).Â
SMP Terbuka yang terdekat dengan Dusun Braholo adalah SMP Terbuka Wonomerto yang menginduk ke SMP Negeri 1 Wonomerto.
Dari Wonomerto ke Kuripan
Siang yang terik. Di punggung "Mitsubishi Strada" milik Polsek Kuripan-Kabupaten Probolinggo, kami titipkan nyawa. Lima orang guru SMP Terbuka Wonomerto menuju Kecamatan Kuripan tepatnya ke Dusun Braholo. Melangkahi satu kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Bantaran. Bersama rombongan ikut pula utusan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Juga Kepala Sekolah dari SMPN 1 Wonomerto (selaku sekolah induk), SMPN 1 Bantaran, dan SMPN 1 Kuripan.
Butuh nyali "berani" menuju Dusun Braholo mengingat medan yang berat. "Mitsubishi Strada" menanjak di "gigi satu". Meraih satu persatu bebatuan yang bisa dicengkeram. Untuk tidak tergelincir ke tepi jurang yang dalam. Bahkan meluncur mundur menghantam kerasnya tebing berbalut bebatuan.
Jalanan menuju Dusun Braholo menanjak sejauh 4 km sepi menyayat. Hanya burung tekukur kadang menyapa telinga. Melagukan kegersangan diantara pohon jati yang meranggas. Punggung dan tangan terasa pegal. Terpental-pental dihempas bebatuan yang riang berkelakar di sepanjang jalan. Sungguh perjalanan yang sulit dilupakan.
Sesampai di perkampungan, kehidupan nampak menggeliat. Rumah-rumah letaknya terpencar. Menyesuaikan dengan tipologi dataran yang bisa dijejak. Menyembul diantara bebukitan dan tumpang tindih pepohonan.Â
Sangat sedikit rumah permanen. Lebih banyak rumah bambu dan semi permanen. Berdiri untuk tetap tegar di kemiringan tanah khas pegunungan.
Menjelang jam sebelas siang, sampailah kami di SD Negeri Kedawung III. Sekolah yang kami tuju sebagai TKB (Tempat Kegiatan Belajar) Braholo. Meskipun Dusun Braholo masuk wilayah Kecamatan Kuripan, TKB Braholo menginduk ke SMP Negeri 1 Wonomerto selaku pengelola SMP Terbuka Wonomerto yang terletak di Kecamatan Wonomerto.
Secara administratif Dusun Braholo masuk wilayah Kecamatan Kuripan. Karena SMP Terbuka yang terdekat adanya hanya SMP Terbuka Wonomerto, secara kelembagaan pengelolaan TKB Braholo menyatu ke SMP Terbuka Wonomerto. Sedangkan SMP Terbuka Wonomerto menginduk ke SMP Negeri 1 Wonomerto yang terletak di Kecamatan Wonomerto. Sekolah Induk adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri yang telah memenuhi syarat sebagai sekolah induk. Satu sekolah Induk dapat memiliki beberapa TKB dan setiap TKB dibimbing oleh satu atau lebih guru pamong.
TKB Braholo memanfaatkan gedung bekas kantin SD Negeri Kedawung III. Gedung kosong satu-satunya yang masih ada. Gedung ini dipilih dengan mempertimbangkan keterjangkauan tempat bagi siswa dan letak yang strategis.Â
Antara 3 (tiga) dusun, yaitu Dusun Braholo, Mlamar, dan Kedawung. Tempat Kegiatan Belajar (TKB) adalah sebuah tempat yang "memadai" untuk sebuah kegiatan belajar secara kelompok. TKB dapat diadakan di sekolah, mushola, tempat pengajian, balai desa, atau tempat lainnya. TKB diusahakan terjangkau oleh siswa dengan berjalan kaki.
Siswa SMP Terbuka diperuntukkan bagi anggota masyarakat usia sekolah terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan reguler (sekolah umum), baik karena kemampuan ekonomi, jarak tempuh, waktu dan lain-lain.Â
Di SMP terbuka, siswa belajar mata pelajaran di SMP Induk. Guru SMP Induk menjadi guru bina. Selanjutnya kegiatan di TKB dibimbing guru pamong, biasanya guru SD atau anggota masyarakat.
Lini Masa SMP Terbuka, Mati Segan Hidup Tak Mau
SMP Terbuka merupakan lembaga pendidikan formal yang tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari SMP Induk yang dalam menyelenggarakan pendidikannya menggunakan metode belajar mandiri (wikipedia.org). Siswa SMP Terbuka sepenuhnya dibebaskan dari pungutan apapun. Biaya operasional SMP Terbuka sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
Tujuan SMP Terbuka memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan SD/MI atau sederajat yang tidak dapat mengikuti pendidikan SMP Reguler karena berbagai hambatan yang dihadapinya. Lulusan SMP Terbuka sama dengan lulusan SMP Reguler, dengan menerima Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SMP. Hal ini berarti bahwa lulusan SMP Terbuka mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan lulusan SMP Reguler.
Keberadaan SMP Terbuka ibarat pradoks di ujung tanduk. SMP Terbuka sudah diselenggarakan sejak tahun 1979 (www.kemdikbud.go.id, 02 Agustus 2016). Mengapa? Sebab SMP Terbuka saat ini bisa dikatakan mati segan hidup tak mau. Tahun 2000-an di Kabupaten Probolinggo ada lebih dari 10 SMP Terbuka. Sekolah ini sangat membantu daerah terpencil dan sulit jangkauan fasilitas umum untuk memberi layanan pendidikan secara merata dan berkeadilan.
Mengingat keterbatasan sarana, dana dan penyusutan jumlah siswa yang signifikan, beberapa SMP Terbuka banyak yang tutup. Hingga hanya tersisa 3 (tiga) SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo yang salah satunya SMP Terbuka Wonomerto.Â
Gambaran ini ibarat ujung tanduk. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, SMP Terbuka sewaktu-waktu dapat ditutup dengan sendirinya. Dikatakan paradoks, eksistensi SMP Terbuka masih tetap dibutuhkan untuk melayani daerah yang sulit dijangkau layanan pendidikan disebabkan berbagai kondisi dengan cepat dan tepat.Â
Di sisi lain, perhatian dan dukungan dana, sarana prasarana, maupun pembinaan kurang memadai. Bahkan mungkin sangat kurang. Hingga dapat diibaratkan hidup segan mati tak mau.
Kondisi di atas juga terjadi di tingkat nasional. Sampai tahun 1998/1999 jumlah SMP Terbuka sudah mencapai 3.645 lokasi. Pada tahun pelajaran berikutnya, yaitu tahun 2001/2002 menurun menjadi 2.870 sekolah, tahun pelajaran 2007/2008 tinggal 2.576 sekolah (Direktorat PSMP, 2010). Kurangnya perhatian dan pembinaan dari lembaga terkait menjadi pintu masuk banyak SMP Terbuka yang tutup dengan sendirinya.
Di pintu gerbang, siswa-siswi SDN Kedawung III riang menyambut. Wajah polos mereka terlihat suka cita. Bergantian berebut cium tangan. Iba hati kami melihat banyak siswa yang masih bersandal jepit. Bahkan tak sedikit bersekolah tanpa alas kaki.
Sejenak kami berbaur dengan keriangan anak-anak. Sedang di pojok barat, siswa SMP Terbuka Wonomerto di TKB Braholo juga antusias menyambut kami. Lebih banyak putri dibanding putra. Hanya sedikit yang berseragam. Bisa dihitung dengan jari.
Kami diberi kesempatan untuk melepas lelah. Kesempatan emas untuk lebih jauh menelisik kondisi TKB Braholo. Karena baru dibuka, hanya ada satu kelas. Itupun memanfaatkan bekas kantin yang sudah lama tidak terpakai. Berdinding kayu yang mulai lusuh.
Menurut Bapak Abdur Rakhman (Kepala SDN Kedawung III), siswa SMP Terbuka Braholo berasal dari tiga dusun. Yaitu Dusun Braholo, Mlamar, dan Kedawung. Dusun ini tersebar cukup jauh. Diantara bebukitan naik turun sekitar Braholo. Namun masih bisa dijangkau oleh anak-anak yang sangat antusias belajar di TKB Braholo.
Masih menurut Kepala SDN Kedawung III, banyak siswa lulusan SD tidak melanjutkan ke jenjang SMP atau yang sederajat. Tidak adanya SMP di Braholo dan akses jalan yang sulit ke pusat kecamatan, penyebab lulusan SD enggan melanjutkan ke jenjang SMP. Apalagi jika musim penghujan. Jalanan sangatlah sepi. Sepanjang badan jalan licin berbatu. Menanjak dan menurun cukup curam. Susah bagi kendaraan bermotor bergerak. Bahkan beberapa sepeda motor guru harus berselempang rantai di rodanya.
Sepeda motor menjadi andalan melanjutkan ke jenjang SMP di ibukota kecamatan. Memakai sepeda ontel sangatlah tidak mungkin. Mengingat akses jalan yang berat bagi anak-anak yang ada di sekitar Dusun Braholo. Untuk dapat bersekolah dan mondok di pondok pesantren, terkendala faktor ekonomi. Mayoritas masyarakat kurang mampu. Rata-rata bekerja sebagai buruh batu. Juga memanfaatkan lahan kering untuk berladang. Mustahil bagi mereka membeli sepeda motor. Apalagi membiayai anak untuk mondok dan bersekolah.
Konklusi
Lulusan SDN Kedawung III di Dusun Braholo di atas angka dua puluh. Jumlah lulusan yang tidak sedikit. Perlu diperhatikan kelanjutan pendidikannya. Dibukanya SMP Terbuka Wonomerto di TKB Braholo diharapkan dapat mengikis dampak negatif anak putus sekolah. Mengapa? Karena sedikit banyak dan juga faktor ekonomi, telah dan akan menyeret anak putus sekolah terkontaminasi "hal negatif".Â
Pernikahan dini dan terjebak "kupu-kupu malam" sangat perlu digaris bawahi. Itulah impian kami. Kondisi ini mendorong pemerintah dan masyarakat untuk memajukan sosial ekonomi lewat pendidikan.
SMP Terbuka merupakan alternatif layanan pendidikan dasar yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik anak-anak usia sekolah yang mengalami berbagai kendala melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan regular (sekolah umum), baik karena kemampuan ekonomi, jarak tempuh, waktu dan lain-lain (Kompas.com, 16 Juli 2012).
Diresmikannya SMP Terbuka Wonomerto di TKB Braholo diharapkan mampu memberi layanan akses pendidikan. Mengurai dan menanggulangi anak putus sekolah dari jenjang SD ke jenjang yang lebih tinggi. Keberadaan SMP Terbuka jelas memberi manfaat positif. SMP Terbuka selayaknya masih tetap ada. Jangan sampai ditutup dengan sendirinya.
Keberlanjutan SMP Terbuka di TKB Braholo butuh perhatian pemerintah. Baik menyangkut ketersediaan anggaran dan fasilitas lainnya. Kamipun berharap ada perhatian lebih dari pihak terkait. Setidaknya dukungan sarana dan prasarana. Pengadaan gedung kelas dan perbaikan akses jalan yang paling mendesak. Keberlanjutan ini juga selayaknya berlaku secara nasional.
SMP Terbuka harus tetap ada. Harus mendapat dukungan porsi sarana, dana dan pembinaan setara dengan sekolah yang sederajat. Sebab SMP Terbuka terbukti sebagai salah satu alternatif menjangkau layanan pendidikan bagi warga negara yang mengalami berbagai keterbatasan.Â
Menjangkau daerah terpencil dan daerah terisolir. Mampu memenuhi aspirasi masyarakat lapis bawah secara cepat dan tepat. Peran pemerintah pusat dan daerah harus tetap hadir mengawal dan mendorong keberadaan SMP Terbuka.Â
Agar SMP Terbuka tetap menggeliat. Tetap mampu menopang keterbatasan akses pendidikan di wilayah manapun. Mewujudkan tujuan pendidikan secara luas dan berkeadilan. Semoga!
Penulis : Arif Rohman Saleh, S. Pd
Guru SMPN 1 Wonomerto-Kabupaten Probolinggo
Ketua MGMP IPS SMP Provinsi Jawa Timur Periode 2016/2019
Daftra Pustaka
Direktorat PSMP, 2010. Panduan Pelaksanaan Penyelenggaraan SMP Terbuka. Kemendiknas. Jakarta.
wiki/SMP_Terbuka
nasional.kompas.com
radarbanyumas.co.id
www.kemdikbud.go.id, 02 Agustus 2016. SMP Terbuka, Solusi Pendidikan Alternatif dengan Ijazah Formal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H