Usia antara 18-25 tahunan merupakan usia dimana kita benar-benar digembleng untuk mencari jati diri kita yang sesungguhnya. namun, apakah kalian tau bahwa usia-usia ini merupakan usia dimana kita dituntut oleh keadaan untuk menjadi dewasa. kalo kata orang, tumbuh dewasa sebangsat ini ya ternyata.Â
yupp, betul sekali, tumbuh dewasa ternyata harus benar-benar kuat mental, mampu menghapus keringat yang mengalir dan mampu menghapus air mata yang menetes. yaa begitulah kira-kira gambaran umum proses kedewasaan. dewasa bukan tentang umur, bukan tentang pengalaman, bukan tentang siapa bisa, siapa pintar, siapa hebat.Â
dewasa tantang bagaimana diri kita mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri, mengerti bahwa setiap manusia yang tuhan ciptakan tak ada yang sempurna, mampu menerima segala rencana tuhan yang meskipun tak sesuai dengan yang kita inginkan, mampu memaafkan segala sesuatu yang melukai hati dan perasaan kita. setiap orang akan tumbuh dewasa dengan sendirinya, tanpa ada paksaan, tuntutan, dan tekanan.Â
ketika kita lulus SMA kita di beratkan oleh sebuah pilihan antara lanjut sekolah atau masuk ke dunia pekerjaan. ketika kita ingin melanjutkan ke dunia perkuliahan, kita di uji bagaimana susahnya masuk ke universitas yang kita inginkan atau perguruan tinggi negeri yang biasanya menjadi pilihan anak-anak pintar. ketika masuk dunia perkuliahan kita dituntut untuk bisa semua hal baik dalam bidang akademik dan non akademik, dituntut untuk bisa berfikir secara bercabang-cabang antara tugas perkuliahan dari dosen dan kegiatan atau proker organisasi, ketika memasuki semester-semester akhir kita dituntuk untuk mengerjakan tugas akhir atau skripsi, yang kata orang dapat menurunkan berat badan secara drastis, wkwk.Â
setelah lulus dari sebuah perguruan dan mendapatkan gelar sarjana, kita akan mengalami bagaimana susahnya mencari pekerjaan yang sesuai passion kita. di dunia pekerjaan pun pasti ada kejadian-kejadian yang belum pernah kita temui di dunia perkuliahan, dan kita pun juga ditunut untuk mampu menghadapi kejadian tersebut, menyelesaikan permasalahannya. semua itu proses kedewasaan kalau kita sadari, dewasa akan memancar dalam tubuh kita jika kita melewati dan menghadapi semua itu. bukan malah menghilang dan menghindar dari semua itu.
jika kita menilai dewasanya seseorang melalui tolak ukur umur, banyak sekali kasus-kasus perceraian atau KDRT yang terjadi antara suami-istri. mereka yang sudah berjanji sehidup semati di depan penghulu dan wali pun terkena kasus perceraian atau KDRT karena tidak bisa mengendalikan emosi dan ego.Â
oleh sebab itu tidak bisa menilai kedewasaan seseorang dari tolak ukur umur, karena setiap waktu setiap hari setiap kejadikan setiap pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran kita untuk mengupgrad diri agar menjadi lebih baik dan lebih dewasa. dewasa juga bukan sebuah patokan seseorang siap menikah. semoga kita mampu melewati setiap kejadian yang kita lalui ini, mampu bertahan di atas kerasnya kehidupan, mampu berdiri tegak di atas kaki kita. karena sampai kapan pun proses kedewasaan akan terus tumbuh dan tidak pernah berhenti. jangan menyerah, jangan putus semangat, jangan berhenti. jalan kita masih panjang. thanks :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H