Mohon tunggu...
Diena Rifaah
Diena Rifaah Mohon Tunggu... -

Penyuka puisi, buku, biru, dan langit.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apa yang Salah dengan Menunggu?

6 April 2012   03:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kemarin kau menatap senja yang ditingkahi rintuk hujan? Ya, momen itu seketika membuat senyumku terkembang. Tidaklah perlu peduli pada tatap aneh penumpang angkot yang lain. Sebab hingga kini, aku masih mencari waktu yang tepat dan memastikan kapan langit berada pada kondisi yang paling mengagumkan itu. Bahkan pada senja, ada timing yang harus kita perhitungkan, kadang. Tapi ah, aku masih tetap menyukai hal-hal sederhana dan tidak ingin repot memikirkannya. Mungkin, seperti pertemuan yang tiba-tiba; tanpa direncanakan. Saat kita biarkan saja takdir yang mengantarkan pada sebuah perjumpaan. Dalam hal ini, tiba-tiba tertakdir pulang dari kampus jam segitu, lalu menyaksikan langit dengan sephia-effect yang mengagumkan. Ya, langit biru tidak akan tergantikan, namun senja yang jingga juga memiliki pesonanya sendiri, khan?

Pernahkah kau berencana untuk menunggu? Hmm.. semacam sengaja hadir lebih awal dan membiarkan dirimu agar berada dalam posisi menantikan sesuatu. Ah, telah banyak kutemukan kawan yang begitu benci dengan hal itu. Mereka berkata, "Yang paling tidak saya suka adalah menunggu!". Mungkin, aku, kau, dan dia pun pernah mengatakannya pula.

Tapi apa yang salah dari menunggu? Jika ternyata yang kita lakukan bukan hanya sekadar menanti tanpa apapun kegiatan lainnya. Jika ternyata sembari menunggu kita bisa melakukan banyak hal lain, membaca misalnya. Jika ternyata menunggu mungkin adalah jeda tersendiri yang memberikan kita ruang untuk lebih mengenali diri. Bercakap secara intrapersonal, sehingga dapat menilai, menentukan pilihan, dan mempertimbangkan baik dan buruk. Setidaknya, itu yang kupelajari di kuliah Komunikasi dan Konseling tempo hari.

Kita menunggu hal-hal yang baik dalam hidup, sambil mengusahan pula hal baik lainnya, mungkin agar kebaikan itu kelak akan saling panggil memanggil. Kita menunggu banyak kepastian dari begitu banyak ketidakpastian tiap harinya. Kita menunggu banyak hasil, dan banyak jawaban atas apa yang kita tanyakan selama ini. Sembari mungkin, menyaksikan orang-orang lain akhirnya bertemu dengan apa yang mereka pun nantikan. Dengan apa yang mereka tunggu. Tapi, apakah hanya karena orang lain telah mengakhiri penantiannya, maka kita menganggap menunggu tidak lagi senyaman yang dulu? Tidak, seharusnya.

Bukankah perasaan lega, bahagia, excited, senang, dan riang saat yang ditunggu akhirnya tiba, hanya bisa kita rasakan setelah penantian sebelumnya? Maka sampai saat ini, aku pun masih menyimpan tanya; lalu apa yang salah dengan menunggu?

*untuk ukhti Rezqy Hardiyanti Taufiq. Afwan, tidak sesuai request. Sedang tidak dalam kondisi ingin menulis puisi, soalnya. :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun