[caption caption="ill. plus.google.com"][/caption]
tiba-tiba saja ingin kusobek-sobek seribu bayang-bayang yang mengikutiku sepanjang siang ini
betapa tidak berderet-deret wajah pendusta berbicara tentang bancakan hasil dari kenduri-kenduri
bahwa, sesungguhnya sebab akibat dari kongkalikong itu telah melukai rasa kemanusiaanku
panaskah hatiku? mendidihkah bumi tempatku berpijak? tak tahulah pada siapa mesti kutumpahkan sesuatu yang maha menyesakkan dada ini
siapa yang harus kubela? apakah aku harus mengakui segala persekongkolan itu sebagai sebuah kelaziman?
oh, tidak! ini bukan soal lazim atau tidak lazim; ini bukan pula sekadar sebuah kezaliman yang tersistem dan terstruktur
tapi, lebih dari segala sesuatunya yang kupahami dalam traktat-traktat berbangsa dan bernegara
apakah aku harus marah?
aku bergumam, terbatuk-batuk, terantuk-antuk pada jiwa yang terhina;
ketika harus bertanya pada diri, "sesungguhnya logika apa yang dipakai ketika milik negara dianggap seperti milik perusahaan pribadinya!"
atau? apakah aku harus curiga dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berisi permakluman bahwa segala sesuatu yang ada di bumi katulistiwa ini adalah warisan dari leluhurnya
alamak! ketika dunia jungkir balik; ketika jaman dibolak balik; maka, penghalalan segala cara adalah halalan thayyiban bagi mereka?
bung, bagi mereka rakyat tak pernah ada!
pun, jika akhirnya rakyat dianggap ada; maka, rakyat tidak lebih dari sekadar pelengkap penderita
yang menanggung derita sebab akibat dari beribu-ribu janji, kampaye-kampanye yang tak elok, banal
ya, janji-janji dari lidah-lidah yang dari dulu memang tak pernah bertulang
bung, ayo bung!
bung, mari bung!
mari ikut bersamaku pada barisan yang tak berujung; untuk mencatat dan menandatangani perjanjian suci yang tak pernah terucap
perjanjian yang telah ada sejak aku, engkau, kita berada dalam rahim suci maha semesta yang tak teringkari
namun, jangan pula tiba-tiba menuduhku bahwa aku sadis, aku provokator atau aku penganut chauvinisme
bagiku, tak apalah jika itu yang engkau inginkan; tapi, setidaknya aku bukan penganut machiavellianisme sebagaimana penjarah-penjarah warisan leluhur itu
sumur serambi sentul, 30/11/2015
©2015-arrie boediman la ede
-------------------------------------------
- chauvinisme: istilah yang digunakan untuk merujuk pada kesetiaan ekstrim terhadap suatu pihak atau keyakinan tanpa mau mempertimbangan pandangan alternatif (pembanding) dari pihak lain
- machiavellianisme: doktrin politik (machiavelli) yang dilakukan dengan cara apapun (namun tidak bermoral ); cara-cara ini biasa digunakan oleh penguasa untuk menciptakan dan mempertahankan otokrasi pemerintahannya
- (note: tentang individu yang machiavellian cenderung lebih rasional dan non-emosional, bersedia berbohong untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka, kurang mementingkan kesetiaan dan persahabatan, dan suka memanipulasi perilaku orang lain).
--------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H