ill. dokpri
darimana mesti kumulai,
cerita ini tak lebih dari sebuah cerita yang terbawa angin
angin yang kering, dingin, ngilu
ngilu pada jiwa yang semakin menggigil
peraduan, seharusnya jadi tempat yang damai
bagi penyatuan dua rasa; dua jiwa; dua perbedaan
dalam hitungan tanpa antara telah menjadi gurun yang maha
gurun yang tak bertepi, mendidih
perjanjian kudus itu serasa genta yang bertalu-talu
pada jiwa, pada raga
meninggalkan rekaman episode tak hingga, berjilid-jilid
lupa bahwa hidup ini sedang membuka lembarannya, satu, satu;
paparan-paparan pada waktu,
tetap berputar, bergulir, tidak sedang melawan arah
tak pernah bisa terbaca, terurai, atau sekadar dikira-kira
: hidup adalah kemungkinan dan ketidakmungkinan?
apapun awalnya, bagaimanapun akhirnya kelak
pesta telah usai, pelaminan semakin diam, terasa, dan tak terasa
pada punggungmu terlihat catatan-catatan sunyi yang kelu
pada pekarangan rumah hati, membatin, "janur itu tak kuning lagi"
sumur serambi sentul, 15/10/2015
©2015-arrie boediman la ede
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H