cuih cuih cuih,
tanpa tanda seru
atau boleh juga pakai tanda seru
takada yang larang
sebab ini bukan perkara halal atau haram
bukan pula hal-hal dan hil-hil yang terlarang
atawa perkara yang berada di meja sidang pokrol bambu
yang nyaris tak bisa kubedakan dengan koprol mbambung
cuih cuih!
kali ini kupakai tanda seru
sebagai isyarat bahwa tanda yang kumaksudkan
telah kusemburkan tinggi-tinggi ke arahmu di atas sana
di sana, di sebuah tempat
tempat bercokolnya beribu-ribu hasutan
yang terpelihara baik bersama kedengkian-kedengkian
di antara riuh rendah bisikan setan yang bersemayam dalam hati
cuih!
kupertegas, ini tanda seruku
tanda yang kusemburkan pada telapak kakiku
kaki yang selama ini berdiri di titik nadir kesabaran
titik pertahanan terakhir demi tegaknya keyakinan-keyakinan
bahwa, hidup bukan untuk mempertontonkan parade kedunguan
bahwa kehidupan takada yang tanpa cela
tidak sebagaimana kisah di buku kuning roman picisan
apakah mesti kusemburkan lagi tanda seru?
mungkin tak perlu lagi
permainan sudah kau usaikan dengan caramu
layar perak pun telah bertukar dengan layar kusut masai
layar yang tidak seharusnya dibentangkan pada ruang yang tanpa sekat
ruang tempat saling bertukar ceritanya kaum hasad dengan berbagai fitnah kejinya
ah, apalah, siapalah, macam manalah diri yang masih berbentuk manusia ini
jika terus menerus mesti memaksakan hidup dalam dimensi paradoksal beleng-beleng di titik nol
sumurserambisentul, 08 april 2021
arrie boediman la ede
--
beleng-beleng (bugis makassar) : dungu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H