Mohon tunggu...
Arrie Boediman La Ede
Arrie Boediman La Ede Mohon Tunggu... Arsitek - : wisdom is earth

| pesyair sontoloyo di titik nol |

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Maha Cahaya di Titik Nol

15 Oktober 2020   16:48 Diperbarui: 15 Oktober 2020   16:50 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - freepik.com

seperti matahari
yang memanggang siang ini
darahku serasa mendidih
sebagaimana dapur magma
di gunung-gunung berapi
yang sedang menggelegak

matahari yang cuma sejengkal di atas kepala
semakin melelehkan rasa
yang tak boleh mati bagi urusan kemanusiaan
kerana, kekejaman itu
begitu nyata terjadi di depan mata
begitu perih untuk diceritakan

duhai, pejuang kata-kata
kuyakin nuranimu telah mati
sebab kau biarkan kerusakan itu terjadi
akupun harus bertanya kepadamu
untuk apa suaramu, kata-katamu
jika kau hambur percuma?

duhai, kau yang diam seribu bahasa
bahwa diammu begitu sulit dimaafkan
kau bicara sekalipun
takakan pernah berarti apa-apa
seperti sekumpulan debu
yang terbawa bersama angin gurun

buat kau, aku memanggilmu: tuan!
segeralah turun gunung
kawal kata-kata terbaik dengan baik
agar sampai ketujuannya, cita-citanya
telah kusiapkan amunisi kata-kata
yang terpatri sejak lahir: maha cahaya di titik nol

sumurserambisentul, 15 oktober 2020
arrie boediman la ede

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun