pada dini hari,
kutuliskan catatan tentang rindu
yang tak akan pernah ada habisnya
sebagaimana kita memulai hari-hari kita
dalam kisah
kasih
lara
pada pertemuan
dua hati yang pernah pecah
berserakan di tepi jalan yang curam
tak ada yang peduli
atau sekadar menaruh rasa rasa welas asih
rasa yang sejatinya dimiliki oleh sesama
di dini hari,
kulihat kaca jendela di kamar tidurku semakin berkabut
kabut itu pelahan menghablurkan khayalku
khayal yang pernah kita miliki bersama
di antara sunyi
duka
perih
yang maha
yang meluruhkan kekerasan dua hati Â
yang rindu akan pekerti-pekerti dari jiwa yang tenang
di antara hingar bingarnya kehidupan
yang membebat keangkuhan-keangkuhan hati
hingga nyaris menjadi catatan yang memerihkan
dinda alexandreea,
kusebut saja nama kecilmu
agar catatan ini semakin bermakna bagi diri
agar kisah tentangmu tidak terhapus di jalan sepi
sebagaimana jejak kaki kita yang meranggas oleh waktu
yang berakhir senyap
sepi
menguap
sebagaimana kabut di dini hari itu
kabut yang menggenangi hati di antara prosa-prosa tua
prosa yang menyublim kisah kasih yang tak mungkin berulang
walau cuma sekadar untuk memantik romantisme masa lalu
yang pernah kita tahbiskan pada sebuah ruang di titik nol
sumurserambisentul, 21 september 2020
arrie boediman la ede
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H