(i)Â
pada pojokan sebuah gedungÂ
sekelompok pelaku atas nama demokrasiÂ
saling silang pendapat pada ruang-ruang kedap suaraÂ
tak jelas apa yang diperdebatkanÂ
wajah-wajah mereka membekuÂ
laksana tembok sebuah bangunan tuaÂ
ada ambisi membara yang siap di umbarÂ
sorot mata mereka yang licik berkata demikianÂ
(ii)
mereka kumpulan lelaki perempuan, pelakon-pelakon
penghamba kebuntuan akal
pemikmat kedunguan ideologi
pemakan kebohongan idealisme
mereka bersatu
untuk sebuah persekongkolan abadi
membuat cetak biru
sebuah peradaban politik usang yang bernama politik dinasti acakadut
(iii)
pada ruang sidang yang nyaris kosong
berkelompok-kelompok orang tak berwajah tertidur
katanya sedang bersidang atas nama rakyatnya
sementara rakyat tak boleh tahu apa keputusan sidang mereka
atas nama partai politiknya
mereka bekerja seperti robot bernyawa
memproduksi undang-undang berdasarkan pesanan
demi kepentingan kelompok pembalak liar demokrasi
(iv)
pada diri yang berkaca pada cermin retak
melihat wajah sendiri pun tak lagi bersahabat
semakin malu pada diri
di antara orang-orang yang sudah tak punya malu
semakin tak tahu diri ini siapa
tak jelas pada siapa mesti berpihak
tak tega melihat demokrasi yang gila-gilaan
dalam sebuah negara yang semakin bubrah etika berbangsanya
sental sentil serambi sentul, 31 agustus 2020
arrie boediman la ede
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H