Mohon tunggu...
Arrie Boediman La Ede
Arrie Boediman La Ede Mohon Tunggu... Arsitek - : wisdom is earth

| pesyair sontoloyo di titik nol |

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Antara Nyonya Besar, Tuan Baron, Kejagung Membara dan Pokrol Bambu

24 Agustus 2020   23:16 Diperbarui: 24 Agustus 2020   23:44 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

jangan berisik!
ada perkara api yang sedang membara
yang dipicu dari percikan lampu blitz sang kamerad
yang barangkali telah di isi mantera-mantera
hoopla hoopla, abrakadabra, sim salabim, alakazam
dasamuka pun memunculkan wajahnya, perlahan-lahan

oh maaf, maaf tuan-tuan dan puan-puan
kali ini tidak sedang berbicara sim atau surat ijin mengemudi
tapi ini soal sang pemberi ijin yang tak mengijinkan
sang hamba hukum membelengu kebebasan sang nyonya besar
pada sebuah hotel prodeo kelas papan atas
kelas para komandan

ini bukan pula cerita pendek
yang di panjang-panjangkan
terlebih lagi ini bukan soal perkara kaleng-kaleng
tapi bagaimana caranya menjadi pengacara
tanpa rebewes tapi bebas beracara
di ruang peradilan kedap suara yang riuh dengan bisikan si nyonya bergincu merah

tetiba saja ada yang berpantun
"sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui
sekali berkelit duapuluh tiga kasus jadi debu yang tertiup angin"

ay ay ay, gahar kali pantun kau bah
bisa bikin lutut kita gemetar
bisa bikin badan tetangga semakin panas dingin

sssttt, ojo rame to mas?!
diam itu emas, berisik itu membakar
protes itu berbahaya, mingkem itu selamat
itu kata si tuan baron
yang kumisnya malang melintang
dari timur ke barat

ah, kalau yang itu memang teman dia banget
lihatlah dia berlenggak lenggok di cat walk rapuh
perhatikan baik-baik, bintang-bintang bertaburan di tubuhnya
saling bersaing mendapatkan cintanya
ada yang patah hati, ada yang gigit jari, ada yang meleleh
oleh sebab akibat perang bintang

siapa yang jadi korban atau di korbankan?
tak eloklah bersyak wasangka
ini perkara maha besar oleh sebab akibat
tapi, kejagung telah terbakar bos? santai ajalah cuk!
anggaran masih berlimpah ruah di rekening obladi oblada
siap siaga membangun seribu gedung seribu lantai yang semakin kedap suara

maka, ramai-ramailah orang-orang beropini
dengan istilah-istilah baru yang mungkin saja sudah usang
seperti syair lagu lama yang di daur ulang
: "seumpama aku air maka kau mobil pemadam kebakaran, seumpama aku api maka kau kejagung yang terbakar, membara"
sementara itu, tuan pokrol bambu semakin asyik dengan dunianya
sibuk sendiri menjungkirbalikkan kitab-kitab hukum amburadul

sumur serambi sentul, 24 agustus 2020
arrie boediman la ede

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun