Mohon tunggu...
Arrie Boediman La Ede
Arrie Boediman La Ede Mohon Tunggu... Arsitek - : wisdom is earth

| pesyair sontoloyo di titik nol |

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Kartini Garis Keras dari Kontunaga

21 April 2018   15:19 Diperbarui: 21 April 2018   16:16 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : kendaripos.co.id

perempuan itu pemecah batu
telapak tangannya menebal, mengeras, laksana batu
batu sebagaimana batu-batu yang membesarkannya beranakpinak
batu yang telah mencetak sarjana-sarjana batu dari tangannya yang membatu

dia ada di deru debu mesin stone crusher di antara kehidupannya
diapun tidak berdiri sendiri bertarung memecah batu
ada perempuan-perempuan lainnya di antara lelaki-lelaki berkulit legam
di antara harapan-harapan di-ketidak pastian hidup yang memang tak pasti

bahwa perempuan-perempuan pemecah batu itu
berhati matahari berjiwa bumi
hidupnya keras melebihi kerasnya martil lima kilo dan batu yang dipecahkannya
hanya demi serepes dua repes sebagai jasa penebus lelahnya di antara keringatnya yang membatu

mereka memang tidak muda lagi
tapi, mereka bisa menggerakkan zaman
zaman yang bergerak maju namun sedang bergerak mundur
mundur ke zaman yang sesungguhnya sedang bergerak perlahan-lahan menjadi batu

mereka, demi anak cucu, keluarga dan harapan-harapan
menyetarakan hidupnya pada keranjang-keranjang batu padas
tempat menggantungkan harapan hidup dan cita-cita
sebagaimana kaumnya bercita-cita

mereka dalam kesejatiannya
bukanlah seperti kartini yang pandai mengirim surat ke de hollandsche lelie
merekapun tak pandai bertutur pada tuan dan nyonya abendanon atau pada profesor anton atau nyonya van kol sebagaimana raden ajeng kartini pada jamannya
mereka, tidak lebih dari sosok-sosok pengikis jaman yang mengurai takdirnya dengan ikhlas

di kontunaga tempat mereka bertahan, bersendawa dan bertarung di antara kaba-kabanti
tidak untuk jadi pemenang, tidak untuk jadi penghamba, pun tidak untuk menjadi penguasa
kerana kontunaga adalah witeno wuna, witeno kabarakati, tanah warisan leluhur turun temurun yang harus dijaga
sebagai ladang penyaksi kekuatan jiwa raganya untuk tetap berdiri tegak, tegar, di antara haru birunya badai kehidupan

sampai saat ini, mereka masih sebagai perempuan pemecah batu
batu yang di pecah-pecah yang dihargai seember tujuhribu rupiah
batu yang semakin mempertegas keberadaan mereka, bahwa mereka memang ada
bahwa merekalah yang mungkin paling layak dikatakan sebagai pewaris sejati semangat kartini di akhir zaman, sebagai kartini garis keras dari kontunaga

sumur serambi sentul, 21/04/2018
2018-arrie boediman la ede
--------------------

catatan:
kontunaga : desa yang terletak di kecamatan kontunaga kabupaten muna - sulawesi tenggara
kaba-kabanti (bahasa muna) : pantun-pantun (folklore)
stone crusher (bahasa inggris) : mesin pemecah batu
witeno wuna (bahasa muna) : tanah wuna (muna)
witeno kabarakati (bahasa muna) : tanah yang memiliki (penuh) berkah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun