dinda,
mungkin ini bagian yang paling tidak kau sukai
bahwa diperjalanan telah banyak tikungan yang kita lalui
lelakon demi lelakon pun menjadi pajangan pada layar kaca di jendela hati kita
lalu, kenapa dinding tempat kita berkaca beberapa saat yang lalu kau biarkan retak?
dinda,
kita pernah jauh berjalan; sangat jauh malah; sejauh harapan kita tentang suatu masa, kelak
selalu saja kuingat ketika kita saling berlomba memasuki lorong suci guna memenuhi dan menyatukan hasrat
hasrat yang tiada tara
sebagaimana anak panah yang lepas dari busurnya
dinda,
kuyakinkan ke-hati-ku bahwa tak pernah sekalipun aku, engkau, menginginkan ini berakhir
kerana kita sama-sama tahu tentang rasa sakit yang tak terperikan jika itu terjadi
namun, luka, duka, suka telah menjadi arca yang membatu yang tak sengaja telah mematikan angan dan ingin kita
bayang-bayang angan ingin di awang-uwung; yang terlalu pahit untuk di-puisi-kan
dinda,
seumpama serat rasa ini sempat masuk ke bilik peraduanmu
jadikanlah ia sebuah mimpi
mimpi yang mempertemukan dua jiwa yang lara
jiwa yang pernah berderai-derai dalam smaradahana
serambisentul, 07/04/2017
©arrie boediman la ede, 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H