Lantaran tidak menerima upah yang layak, oknum wartawan tadi nekat mencari pemasukan dengan cara-cara yang melanggar aturan. Namun begitu, ada juga oknum jurnalis yang melakukan hal tersebut karena minimnya pengetahuan tentang kode etik prilaku. Soal upah layak ini, kemarin sempat ada pembahasan mengenai Publisher Right. Publisher Rights merupakan sebutan terhadap Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas yang dikenal dengan Perpres.
Perpres Publisher Rights ditetapkan dan diundangkan di Jakarta, 20 Februari 2024 kemarin. Perpres itu baru berlaku enam bulan sejak diundangkan. Peraturan itu dirancang untuk mewujudkan kesetaraan antara pelaku industri media massa lokal dan perusahaan platform digital guna memastikan disrupsi digital tidak sampai menggerus industri media massa konvensional. Selain itu, regulasi tersebut juga bertujuan mendorong kerja sama kedua pihak untuk mendukung jurnalisme berkelanjutan.
Dengan adanya Publisher Rights ini, harapannya media bisa mendapatkan pemasukan untuk menyejahterakan jurnalisnya. Namun begitu, harapan tersebut agaknya masih sekadar angan-angan belaka. Banyak yang khawatir, bila nantinya aturan ini berlaku dan perusahaan media mendapat keuntungan, belum tentu juga keuntungan itu mengalir pada pekerja medianya.
Sehingga, hal-hal seperti ini tentunya harus dikawal bersama. Agar aturan yang dibuat benar-benar berdampak pada kesejahteraan jurnalis. Dan terakhir, semoga momentun Hari Kebebasan Pers Sedunia ini bisa menjadi titik balik untuk mengingat kembali perjuangan kelompok jurnalis yang memiliki tugas 'kenabian'. Semoga, Hari Kebebasan Pers Sedunia juga tak hanya sekadar jadi seremoni belaka.(ray)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H