Hidup banyak menghadirkan dilema-dilema yang memaksa memilih untuk melakukan sesuatu atau tak melakukan sesuatu. Dalam keputusasaan Koma, masih terselip sedikit kesadaran. Tapi kesadaran itu bertarung hebat dengan keputusasaannya. Saat ini, dia memilih pasrah, artinya menunda melakukan sesuatu untuk mengobati epilepsinya.
Nurani menyarankan agar Koma segera bertindak, tak hanya pasrah berdiam diri, itu tak merubah apapun menjadi lebih baik. Tapi keputusasaan kembali menjegal tekad dia. Keputusasaan menyodorkan gambaran-gambaran betapa sukar dan mahalnya untuk pengobatan Koma, dan itu semakin memantik pesimis. Keputusasaan membuai Koma dengan imajinasi kegagalan dan kesia-siaan.
Nurani tak kalah menggebu menyemangati, "Apa hanya menyerah di tengah jalan? Bagaimana dengan perjuangan cinta? Bagaimana dengan Rindu, dia akan kecewa jika tahu ternyata lelaki yang mengejar cintanya tak lebih dari sekadar pemuda pecundang yang mudah menyerah dan putus asa. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemuda putus asa? Jangankan memberi kekuatan pada orang lain, memberi kekuatan untuk dirinya sendiri pun tak mampu."
"Huh.." Koma melenguh.
"Jangan sekali-kali mengecewakan seseorang, terkadang itu berakibat fatal. Seringkali kekecewaan lebih berbahaya dari penyakit. Ayo coba lagi! Berusaha lagi! Lakukan lagi! Lakukan apa pun untuk mengobati epilepsi itu! Lakukan apa pun supaya tidak mengecewakan Rindu! Dan, apa akan membiarkan Rindu sedih ketika menyaksikan epilepsimu kambuh? Apa tega merepotkan Rindu jika epilepsimu sedang kambuh?"
"Arrgh.." Koma menjambak rambut sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H