Sebait Luka, Rohingya
Luka terapung-apung di lautan
Semakin perih asinnya mencekik kenangan
Kebiadaban dalam pesta berapi robot-robot pemusnah
Mendepak harapan robohkan kokohnya iman
Riuh suara dunia bagai ngengat
Yang cuma mampir di kecemerlangan cahaya
Lalu lenyap ketika pagi belum juga tiba
Oh nestapa kejam terasa
Ingin memaki birunya angkasa
Tapi kerongkongan terlanjur kering meminta belas kasih pada tepisan cuaca yang pancaroba
Oh derita
Bagaimana mendefinisikannya?
Saat hati manusia sekeras baja
Sementara bijaknya hanya pada selembar maya
Luka menganga
Keriput kulit membungkus sisa-sisa tenaga
Siapa mau bersungguh bertanya
Di tengah wacana-wacana yang tak berpihak pada kemanusiaan, katanya
Sebait luka, Rohingya
Hanya buih di luasnya samudera
Dilihat tak dianggap,
sibuk mencela hidup diri yang katanya juga nestapa
Oh... betapa
Jika demikian sempitnya dunia milik-Nya sementara rumah-rumah terus disilang sengketa
Lantas kami harus ke mana?
Itu urusan Anda, sebuah suara menyela dan kami terpaksa lapang dada
Satu keyakinan
Pada Tuhan yang tak pernah mengabaikan
Lewat lentur hati lentur rasa yang belum juga padam
Masih ada sisa harapan
Sebait luka, Rohingya
Hanya untaian prosa yang diabaikan masa
Bekasi, 17 Mei 2015