Lubang Nasib
Arra Itsna Yusuf
Musa terus mencangkul, meski dalam pikirannya, tanah merah basah itu seperti tak membentuk galian sama sekali. Sudah pukul tiga pagi. Beberapa ayam sudah berkokok di kejauhan. Sesosok jasad terselimuti kain sprei terbujur kaku di tanah. Setengah wajah pucat wanita tersingkap di balik kain. Tak jelas rupa diterpa air hujan dan tanah merah yang bercipratan.
“Ayolah... dalamlah...” desis Musa memarahi dirinya sendiri. Tetapi, semakin dalam Musa menggali, seolah cangkulnya semakin tak berfungsi. Sementara peluh dan air hujan terus berebut tempat di wajahnya.
“Arrggh!” pria tiga puluh tahun itu melemparkan cangkul penuh tanah merah basah ke sembarang arah. Napas pada dada bidangnya memburu. Lalu ia membiarkan tubuhnya ambruk ke tanah. Duduk tepekur, membiarkan rambut gondrong sebahunya dihujami garis hujan yang kian rapat.
“Kang...” sesuatu yang dingin menyentuh bahu Musa. Musa tersentak memutar badannya. Mayat itu terduduk, tangannya menyentuh bahu Musa. Wajah mayat wanita itu hampir seputih warna kerudung yang terpasang sembarangan di kepalanya. Mata hampanya menatap mata Musa yang membelalak.
“Akang tega mengubur Neng?” mayat itu benar-benar berbicara kepada Musa. Musa menggeleng-gelengkan kepala lalu bangkit tiba-tiba. Tubuh kekarnya terhuyung, matanya menyipit memastikan wajah pucat di depannya lah yang berbicara.
“Akang pikir, akang bisa mengubur semua masalah setelah mengubur Neng?” mayat wanita itu meneteskan airmata. Wajahnya kaku tanpa ekspresi meski airmata terus berleleran. Mulanya hanya air, lama-lama berubah menjadi darah. Darah yang kental.
Musa terus menggeleng-gelengkan kepalanya, menutup telinganya, “nggak mungkin... nggak mungkin...” lirihnya disamarkan gemuruh di langit. Gemetar kakinya melangkah mundur dari tempatnya berdiri,
“Kang...” mayat itu memanggil namanya lagi.
“Bruk!” tubuh Musa jatuh ke dalam galian segi panjang sedalam dua meter. Tubuhnya terkulai lemas di tanah. Air hujan terus turun tanpa ampun menggenangi lubang.
Satu hari kemudian, tagline sebuah berita di televisi membuat warga kampung Cikuda geger:
“Diduga berselingkuh dengan adik ipar, Rumini (25) tewas di tangan suaminya sendiri. Tragisnya, sang suami, Musa (30) tewas setelah menggali tanah semalaman sebelum sempat mengubur jasad istrinya...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H