Mohon tunggu...
Arpidho Prastyatama Mulia
Arpidho Prastyatama Mulia Mohon Tunggu... -

Contact me Fb : Arpidho Prastyatama Muliya Twitter : @arpidho No Hp : 083834186574

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Siluet dan Ikan Gratisan

30 Desember 2014   02:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:12 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_362207" align="aligncenter" width="507" caption="siluet dan ikan gratisan"][/caption]

Anak-anak pantai selalu punya cerita, tentang pasir-pasir halus, bermain dengan ombak, menangkap ikan, membakarnya lalu menyantap bersama. Tentang segarnya kelapa muda, bermain sepak bola, atau berlarian sepanjang sore dibibir pantai. Dibulan-bulan tertentu, sore menjadi lebih nikmat, memandang lautan lepas, melihat awan-awan bergerombolan, batas tegas air dan langit yang membentuk horison, tepat dari disudutnya semburat jingga bersinar kemana-mana.

Sahabat perkuliahan selalu iri kala aku bercerita tentang ikan bakar, kelapa muda, ombak, pasir halus dan siluet-siluet indah. Yaaa, pantai menjadi harga mahal bagi anak-anak kota. Terlebih mereka yang tinggal bersama bapak ibunya, aktivitas penuh kontrol, keluar susah, main-main dilarang. Padahal belajar paling asik adalah dengan cara bermain. Orang tua sekarang, entah apa yang mereka pikirkan.

Yaaa, anak-anak kota. Pemandangan macet setiap pagi, sore sepulang kerja, bercanda-canda hanya dengan keluarga, jarang keluar ke tetangga. Mungkin, anak-anak kota iri, dengan keramahan kehidupan desa, saling sapa, lempar senyum, teduh, sejuk, pagi lancar, sore lancar. Malam, anak-anak kota disambut lampu-lampu listrik, anak-anak desa bermain riang dibawah langit, dipelataran rumah, dengan terang bintang dan rembulan.

Sore itu, kami mengenang cerita masa SMP SMA. Dulu, selain sekolah, tempat kami belajar adalah pantai. Pantai ditempat kami juga penghasil ikan, sangat berlimpah. Layur, teri, tengiri, tongkol adalah tangkapan laut yang sering terjebak jaring nelayan.

Nelayan adalah pekerjaan, setiap pekerjaan selalu menghasilkan uang. Ikan-ikan mereka jual di pengepul sebelum sampai dipasar, kalau sudah dipasar maka harga semakin mahal. Anak-anak semacam kami ini maunya gratisan, yang gratis selalu lebih nikmat. Kesempatan mendapatkan gratis, adalah sesaat sebelum ikan-ikan tadi ditukar rupiah oleh pengepul.

Ada semacam kesepakatan yang tidak perlu diucapkan, karena orang-orang pinggiran selalu punya pengertian. Yang terpenting adalah saling menguntungkan, ada simbiosis mutualisme. Kami membantu menarik jaring, nelayan memberi ikan gratis. Anak-anak dengan keuangan terbatas selalu hadir paling depan saat nelayan mulai menarik perangkap ikan. Nah, ini yang pernah kami lakukan, memanfaatkan kesepakatan, kesepakatan tanpa tulisan, bahkan tanpa pengucapan.

Kami selalu memilih sore hari, ketika matahari hampir meninggalkan bumi kami. Kami menilai, ada keindahan saat berjuang menginginkan ikan gratisan. Kaki-kaki yang menapak kuat di pasir pantai, tangan kami bekerja menarik tali, otot-otot bereaksi sangat keras, penuh keringat, penuh dengan hasrat.

Disatu sisi, kami berada di pantai, dimanjakan siluet awan dan bayang-bayang kapal nelayan di kejauhan. Pemandangan menakjubkan, bersama para petani ikan, yang mencari penghidupan. Sungguh, indah sekali, Bahagia sekali.

Untuk kalian anak-anak pantai

#memorable

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun