Mohon tunggu...
Arpidho Prastyatama Mulia
Arpidho Prastyatama Mulia Mohon Tunggu... -

Contact me Fb : Arpidho Prastyatama Muliya Twitter : @arpidho No Hp : 083834186574

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Semua Guru Seperti ini

5 Januari 2015   15:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan antara murid dan guru seperti simbiosis mutualisme, saling membutuhkan dan seharusnya saling menguntungkan. Terjadinya pertukaran, antara ilmu pengetahuan yang diberikan kepada murid dengan ujian kesabaran yang diterima guru. Antara keteladanan dari guru dengan reaksi-reaksi yang beragam dari muridnya. Antara pertanyaan dengan jawaban, dan segala komunikasi yang terbentuk diantara mereka. Apapun, seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai media belajar yang saling menguntungkan.

Biasanya, guru selalu superior dan murid selalu kecil. Ini bisa dipahami, usia, latar pendidikan, pengalaman, sudah jelas berbeda. Seorang guru dapat berbicara dengan berbagai bahasa, bahasa yang diciptakannya sendiri atas dasar pengetahuan, pengalaman dan kondisi-kondisi yang sebelumnya yang menjadikan dirinya sekarang ini. Hal ini cukup bisa dipahami, terlebih ketika bahasa terlampau diplomatis, diputar balikkan, memutar lagi, dan murid selalu dibingungkan dengan hal-hal seperti ini. Entah, kenapa masih ada orang-orang seperti ini. Bertahan dengan anggapannya sendiri, berbicara seperti dewa penuh pembenaran. Aku tidak paham, mungkin dilahirkan dari hasil persilangan darah belanda jaman penjajahan dulu, mungkin. Tapi, tidak semua guru seperti ini.

Hubungan antara guru dan murid juga seperti penghakiman. Murid salah disalahkan, murid benar kadang disalahkan. Guru salah tidak mengaku, guru benar terkadang mengaku. sekali lagi guru selalu superior dan murid selalu kecil. Pendidikan seperti pembelengguan, “sana nak belajar yang rajin, kelak kalian pasti sukses”, “kerjakan PR-PR kalian nak”, “Besuk deadline, bapak tidak mau tahu, harus selesai”, “Kalian harus lulus tepat waktu”, “disana tempat sekolah yang hebat, pergilah kesana”. Yaaa, guru selalu menyuruh, bukan mengajak, dan murid selalu sulit mengelak. Mengajarkan memperkaya diri, bukan tentang bagaimana bermanfaat untuk orang lain. Sekali lagi, tidak semua guru seperti ini

Aku tidak menemukan banyak guru mengajarkan untuk melihat dunia tanpa batas, membebaskan muridnya merasakan petualangan, menapaki langkah penuh keyakinan, menjelajah dunia yang sebenarnya banyak warna, atau membuat karya yang luar biasa. Sekali lagi, Tidak semua guru seperti ini.

Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Sederhananya, kalau guru goblok maka muridnya akan lebih goblok, kalau guru pinter maka muridnya akan lebih pinter. Kronologisnya, guru yang mengajarkan dengan cara goblok, maka murid akan menerima kegoblokan itu, jika dilakukan berulang-ulang maka pesan goblok otomatis tertanam di alam bawah sadar. Sesuatu yang tertanam di alam bawah sadar, akan muncul spontan, reflek, tidak terencana. Dan yang akan muncul terus menerus adalah tentang kegoblokan. Untuk para guru, hati-hati dengan hal ini.

Contoh sikap goblok pada guru, tidak tepat waktu, merubah jadual yang sudah disepakati, menjelaskan bertele-tele, guru yang membosankan, dll. Maka jangan salahkan murid jika datang terlambat, deadline tugas molor, hasil ujian tidak sesuai harapan, atau murid yang ramai waktu pelajaran. Untuk yang sudah menjadi guru, hati-hati. Jangan-jangan sekarang sedang menanam kegoblokan, bahkan memupuknya. Hati-hati, dosa ini akan berantai, mudah-mudahan tidak, Allah yang lebih paham.

Peribahasa “pahlawan tanpa tanda jasa” sudah sirna. Bayaran setiap bulan, gaji 13an, tunjangan hari raya, dan bonus-bonus lain . Menjadi guru di era sekarang sebenarnya lebih menantang. Dengan tanda jasa itu, adakah pengorbanan yang lebih dibandingkan dengan era tanpa tanda jasa dulu. Atau lebih sibuk mengurus bisnis sampingan, keluarga kecil, ke sekolah hanya formalitas saja, anak didiknya bandel dibiarkan, anak didiknya goblok dibiarkan.

Sekali lagi, tidak semua guru seperti ini

Untuk para guru, hati-hati. Dipundak, bapak ibu memikul beban negeri ini, anak-anak didikmu adalah tulang punggung negeri ini, penanggung jawab keluarga mereka nanti. Didiklah dengan cara-cara yang benar, bukan pembenaran. Anak didikmu bergantung pada cara mendidikmu .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun