Mohon tunggu...
arozak salam
arozak salam Mohon Tunggu... -

Saya adalah jiwa yang terlihat dan tak terduga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Raya Tiga Kali

17 Agustus 2010   03:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:58 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut sejarah, Indonesia adalah sebuah tanah jajah. Padahal sejatinya adalah tanah sentosa. Sebongkah petak surga yang akhirnya ternoda diperkosa beberapa negara penjajah. Mereka keji, tak mengerti bahwa ditanah itulah kaki kanan rakyat Indonesia berdiri dipandu Ibu Pertiwi, disaat kaki kirinya berdiri di atas tumpukan tanah tumpah darah.

Lagu Indonesia Raya adalah salah satu bukti juang yang tersisa. Untuk senantiasa berseru, agar semua bersatu. Menghidupkan lagi jengkal tanah yang pernah layu, yang terpupuk oleh ludah - ludah penjajah. Membangunkan lagi jiwa - jiwa yang telah terluka, yang menderita di sukma. Lagu tersebut, yang mengingatkan rakyatnya untuk tetap mencinta. Merdeka, untuk merdeka. Hidup, untuk terus hidup. Hidup untuk merdeka, merdeka dalam hidup.

Pada tanggal 17 Desember 2009 waktu itulah, saya mendengar secara langsung kumandangnya tiga kali. Telah menambah kebanggaan menjadi seorang Indonesia dalam suasana pertandingan final bulutangkis Sea Games 2009, Laos. Bersama saudara - saudara sebangsa dan setanah air, saya menyaksikan Sang Saka Merah Putih diarak gagah. Perlahan dikibarkan ke puncak tiang, melangkahi bendera - bendera negara lainnya. Direstui dengan sebuah nyanyian kebangsaan.

.

Saat kemenangan ganda campuran, kumandang Indonesia Raya pertama ...

”Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku.”, saya bernyanyi mengingat kampung halaman. ”Disanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku.”, terbayang sosok seorang ibu. Melanjutkan dengan lirih, ”Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku”. Kemudian mengucap syahdu, ”Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.”

.

Awalnya tidak tahu, bagaimana dunia akan membawa saya menuju peristiwa tersebut dengan makna penuh. Merunut kembali ke hari itu, ternyata jawabnya ada pada pertemuan dengan seorang penduduk lokal. Dia adalah seorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir, bernama Bounta Xayavong. Dengannya, saya bercermin tentang nilai kewarganegaraan.

Pagi hari, saya sengaja mengenakan baju batik dalam rangka mendukung tim bulutangkis Indonesia. Untuk mencapai tempat pertandingan tersebut, saya harus terlebih dahulu pergi ke Stasiun Bus Talat Sao. Disanalah terdapat angkutan resmi Sea Games dengan rute bervariasi ke gelanggang olahraga yang ada. Di bus, selama menunggu penumpang penuh, tiba - tiba Bounta menyapa saya. Satu barisan kursi saja, jarak sapanya.

Baju batik yang saya pakai waktu itu, rupanya telah memancing perkenalan. Dia berhasil menebak kewarganegaraan saya. Tak heran, karena menurut penuturannya, kepergian dia ke National Sports Complex adalah untuk mendukung tim bola voli putra Indonesia. Saya pun turut bangga mengetahui hal tersebut. Bahwa penduduk lokal sekalipun, ternyata ikut ambil bagian mendukung kontingen Indonesia.30 menit kemudian, barulah bus tiba di stadion. Siap menyaksikan laga pertandingan.

.

Saat kemenangan tunggal putra, kumandang Indonesia Raya kedua ...

“Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku.”, bernyanyi sambil teringat betapa indahnya Indonesia. “Bangsaku rakyatku semuanya.”, dan teringat juga senyum ramah penduduknya. Menarik nafas, lalu bernyanyi kembali, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Menaikkan suara hingga bergetar seluruh nadi, “Untuk Indonesia Raya”.

.

Lagu Indonesia Raya bergema tiga kali di Gymnasium 1 National Sports Complex, tempat dimana pertandingan final bulutangkis tersebut berlangsung. Sedari awal, saya tidak tahu menahu tentang lokasi pertandingan. Tetapi, begitu turun dari bus, Bounta segera menghampiri. Mengawali dengan pembicaraan seputaran dunia olahraga, hingga akhirnya mengantarkan saya berkeliling stadion. Semuanya bermula karena sebuah kamera.

Antusiasme dia siang itu hampir saja tidak bisa terdokumentasikan. Kameranya sedang dipinjam. Oleh karena itulah, waktu itu saya langsung menawarkan kamera padanya untuk dipakai secara bersama - sama. Setidaknya, sampai sesaat sebelum pertandingan bulutangkis dimulai. Sehingga jatah waktu kosong yang ada, kami habiskan dengan berkeliling stadion dan menonton pertandingan voli pantai putri. Saat waktu telah menunjukkan pukul tiga sore, kita pun memisahkan diri untuk menonton pertandingan olahraga kesukaan masing - masing. Bounta dengan voli putranya, sedangkan saya dengan cabang bulutangkis.

.

Bangku penonton, di Gymnastic 1 National Sports Complex Vientiane - Laos ...

”Wuah, untung gue bisa duduk barengan sama KBRI Laos disini. Mereka heboh banget! Ada yang pake wig orange, pake topeng Osama bin Laden dan juga bawa Gong besar buat ngelengkapin riuhnya suara terompet yang ada. Seru! Gue nggak boleh kalah semangat! Pokonya bakalan sepenuh hati teriak IN-DO-NE-SIA berkali - kali. Inilah momen yang gue tunggu - tunggu. Sendirian backpacking keliling Asia Tenggara, dengan ngedapetin peristiwa berharga!”

.

Ternyata pertandingan bulutangkis selesai lebih lama dibanding voli putra. Saya sebenarnya ingat, untuk bertemu dengan Bounta lagi pada pukul enam sore. Tetapi saat itu partai ganda putra masih berlangsung, sehingga saya tetap diam di dalam ruangan tersebut. Namun, Bounta akhirnya menghampiri saya ke tempat pertandingan bulutangkis. Mungkin dia mengerti kenapa saya tidak muncul di tempat yang sudah disepakati sebelumnya.

Partai ganda putra adalah pertandingan terakhir, sehingga sesudahnya, semua pendukung kontingen bulutangkis Indonesia bisa berfoto bersama mereka. Tak lupa juga berfoto dengan Menteri Olahraga dan Pemuda, Andy Mallarangeng. Dan ketika suasana gelanggang semakin kosong, saya menyempatkan berdiri diatas podium pengalungan medali. Rasanya, saya ingin diakui sebagai atlet dari cabang olahraga backpacking. Sayang, tidak bisa.

Malam itu saya mendapatkan undangan jamuan  makan malam di tempat Bounta. Bersama teman - teman satu jurusannya, dia tinggal di sebuah kontrakan sederhana. Terdapat kamar mandi, kasur - kasur yang dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai dan juga terdapat sebuah dapur kecil. Dia memasakkan mie goreng yang dilengkapi beberapa potongan daging. Karena tidak bisa memasak, saya sebatas membantu dalam menyiapkan alat makan saja.

Setelah berbincang - bincang tentang kehidupan mahasiswa, saya memindahkan foto - fotonya dari kamera saya. Di depan layar komputer, saya melihat lagi peristiwa kemenangan ganda putra. Terlihat foto atlet Indonesia, tengah tersenyum dengan medali emasnya.

.

Saat kemenangan ganda putra, kumandang Indonesia Raya ketiga ...

”Indonesia Raya, merdeka merdeka! Tanahku, negeriku yang kucinta.”, seketika teringat tentang apa yang sudah saya beri untuk negeri, jika memang saya mencintainya. Tapi bingung menjawab, saya lanjutkan saja ke lirik selanjutnya, “Indonesia Raya, merdeka merdeka! Hiduplah Indonesia Raya.”, semakin bertanya - tanya, dimana bagian kemerdekaan tersebut.

“Indonesia Raya, merdeka merdeka! Tanahku negeriku yang kucinta.”, saya bertekad atas keringat sarjana yang siap diberi untuk negeri. Lalu menemukan rasa merdeka saat melihat suasana gelanggang. Merasakan impian backpacking saya telah terbebas. Sehingga pada lirik terakhir, saya bisa bernyanyi lepas, “Indonesia Raya, merdeka merdeka! Hiduplah Indonesia Rayaaaa!!”.

.

Makan malam ditutup dengan sebuah ungkapan. Bahwa Bounta merasa bangga atas Indonesia, melalui semangat atlet dan pendukung - pendukungnya. Saya pun menjadi haru. Jika warga negara lain saja bangga, berarti kebanggaan yang ada pada saya haruslah berlipat ganda darinya. Karena merah putih saya adalah Indonesia.

Dengan motornya, saya diantarkan pulang ke backpacker hostel tempat saya menginap. Rupanya tidak ada kendaraan umum lagi dari Morning Market, tempat dimana dia tinggal, ke penginapan saya. Sesampainya, saya tak henti mengucapkan terima kasih. Kumandang lagu Indonesia Raya hari itu, menjadi istimewa karena ramah tamah yang tercipta lintas negara. Izinkan saya menyampaikan hal kepadamu, bahwa seorang Laos bernama Bounta, bangga akan Indonesia. Bagaimana denganmu? Saat bernyanyi Indonesia Raya, apakah malu - malu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun