Saya tertarik dengan Topik Pilihan Kompasiana kali ini yang mengambil judul  Forgive But Not Forget, ( memaafkan tapi tidak melupakan )
Saat itu saya merasa tidak enak badan,perut terasa kembung,ulu hati seperti ditarik tarik, sakitnya tidak terkatakan.oleh suami saya diolesi minyak kayu putih sambil diurut, namun  tetap saja sakitnya luar biasa. sehingga saya meraung-raung ditempat tidur. untuk kerumah sakit rasanya tidak mungkin. saya tidak bisa menjamin di rumah sakit akan mendapat penanganan darurat, terbayang antrian panjang pasien. bisa- bisa saya  langsung modar.
Saya punya tetangga seorang bidan, selain membantu orang yang melahirkan bidan ini juga sering menerima pasien sakit penyakit ringan. saya bilang ke pak suami tolong dipanggil Bu bidan supaya saya bisa mendapatkan pertolongan pertama. tetapi bidan dengan santainya mengatakan " bawa aja kesini " suami saya mengatakan dia tidak bisa jalan, sudah keringat jagung dan kesakitan. iya...tidak apa-apa itu katanya lagi menambahi gayanya. .suami kembali kerumah dan menyampaikan pesan si bidan.tapi melihat kondisi saya yang kesakitan suami tidak berani membawa saya, Â lalu untuk kedua kalinya pergi mintak tolong ke Bu bidan, tapi dengan jawaban "sebentar lagi ada pasien ku" tanpa memalingkan wajahnya ke pak suami.padahal saat itu Bu bidan sedang main game terlihat oleh suami saya. Oh ya.. jarak rumah kami dengan rumah bidan hanya 3 rumah,dan kebetulan bu Bidan semarga dengan saya. Hal ini tentu menambah keyakinan saya akan isme diantara kami boru Batak, yang pasti punya empati kepada saya .ehhh.......... ternyata bu bidan tidak menyadari itu.
Anak sayapun ikut menyusul dan mintak tolong sambil menangis ke rumah Bu bidan karena ketakutan melihat badan saya yang sudah kaku katanya (diceritakan setelah saya sembuh)
Singkat cerita,, saya masih diberi nafas hidup oleh sang Pencipta. Oleh pak suami  perut saya dikompres pakai air panas, diolesi minyak angin, minum air hangat yang sekonyong-konyong membuat saya buang angin dan muntah-muntah. Situasipun berubah Rasa lega pun menyelimuti perasaan kami sekeluarga. Saya menyesal mengemis kepada bu Bidan, karena kami kalap dan ketakutan, apalagi kami tidak ada riwayat penyakit Jantung. Terbayang bagaimana nasib anak-anak dan suami kalau saya kenapa -- kenapa.
Yang mau saya katakan disini,  bahwa saya sebagai seorang manusia, seorang ibu dan seorang istri sangat membenci perlakuan Bu bidan tersebut, apapun masalah nya dia wajib membantu orang sakit apalagi kondisi sekarat.semarga dan tetangga. Rasa benci saya menggunung, dendam saya  tak terhingga  melihat nya melintas didepan saya. Kejadian  tersebut menjadi sejarah penting bagi perjalanan hidup saya. Terakhir menurut pengalaman teman-teman konon katanya saya mengalami ANGIN DUDUK.
Pada pertemuan kami sekali seminggu / ibadah dirumah-rumah jemaat. Saya berjumpa dengan bu Bidan, emosi dan dendam yang membara melihat kehadiran wajahnya yang seolah-olah polos tidak bersalah. Sudah menjadi kebiasaan ketika diacara tersebut siapa yang terlambat wajib menyalami jemaat yang lebih dulu hadir. Tiba giliran ke saya, saya tidak mau menerima jabat tangannya. Saya berpikir " luar biasa manusia ini, tidak punya jiwa sosial padahal dia seorang Medis"  Ternyata karena sikap saya yang tidak mau disalami, dia protes dan mengatakan saya sombong,,sebelum jemaat yang lain menimpali, saya langsung mengatakan," Kau yang sombong,,Kau yang tidak peduli sama orang ,saya mau mati kemarin, kau malah santai bermain game, alasanmu mau ada pasien, 3 (tiga) kali  suami saya menjemput kau, tapi kau menolak dengan alasan yang tidak jelas."  Sontak ada beberapa orang yang duduk disekitar kami mendengar dengan kaget,dan  saya  puas membuat dia malu dan terdiam.
Jika ada pertanyaan dan dapat memilih,apakah saya dapat memaafkan atau melupakan perlakuannya? Saya pilih memaafkan karena:
Peertama > Sesuai ajaran Agama saya Kristen ada tertulis pada Kolose 3:13 " Tolonglah satu sama lain dan ampunilah satu sama lain, jika ada alasan untuk mengeluhkan orang lain " yang kedua, kalau saya  memaafkan akan meredakan emosi.ketiga  kalau memaafkan membuat pikiran menjadi terang tanpa dibayang-bayangi rasa emosi terus-menerus                        Â
Lalu pertanyaan berikutnya, apakah saya bisa melupakan kelakuannya? TIDAK. Karena : saya  akan membuat pelajaran kepadanya supaya  tidak mengulangi kelakuannya terhadap orang lain. kemudian saya tidak akan kembali berurusan dengan dia, karena Saya merasa lebih memiliki kecerdasan emosional yang tinggi daripada dia dan saya akan menjaga jarak dengan dia dalam segala hal.
Intinya saya lebih berempati, tegas dan bijak  daripada kelakuan bu Bidan yang tidak memiliki rasa itu. Dan tidak ada alasan buat saya untuk tidak melupakan perbuatannya. Walaupun saya memaafkannya.dan itu adalah lumrah dan manusiawi.