Ada yang aneh ketika acara demo-demoan sudah selesai diberbagai kota. Orang lebih focus menghitung kerugian akibat kerusakan fasum dan kelakuan aparat terhadap pelaku demo. Mulai dari orasi para perempuan yang semangat berapi api. Lalu kunjungan para gubernur dan walikota yang merasa tidak terima atas akibat demo tersebut.Â
Tapi kali ini tidak ada yang menyoroti covid  19 yang konon katanya bisa menjadi klaster baru. Sebagian orang  memang  ada yang terdampak, tapi tidak seheboh akibat dari ajang dangdutan atau akibat pesta yang melanggar aturan kesehatan Bertambah bingung ketika para politikus saling melempar tanggungjawab, yang menurut mereka draft RUU tidak pernah diberikan, lalu orang menuduh partai A dan B, menjadi dalangnya. belum lagi hoax  yang berbeda-beda, mampu mengguncang keamanan negeri.Â
Seperti yang kita ketahui bahwa proses pembuatan UU, tidaklah semudah orang  membalikkan tangan, pekerjaan ini adalah pekerjaan Tim, tidak boleh dikerjakan seorang diri.Â
Rencana kerja ini sudah tercantum didalam visi misi Presiden didalam RPJMN ketika mencalonkan diri menjadi Presiden, kalau tidak salah ini adalah visi kedua dari 5 visi yang sudah direncanakan, soal action nya  sekarang disyahkan, mungkin adalah  waktu yang tepat menurut DPR. Covid 19 memang sedang ditangani, tapi tidak mungkin semua hal yang sudah direncanakan menjadi terbengkalai hanya karena  covid tersebut, seharusnya bila memungkinkan semua program harus dilaksanakan sesuai dengan target yang sudah disepakati, meskipun harus berpedoman kepada beberapa Regulasi seperti Undang-undang  Pemerintahan Daerah  nomor.  9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua  atas UU No.32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang  Nomor 25 Tahun 2004  tentang sistem perencanaan Pembangunan Nasional yang menetapkan bahwa sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara Perencanaan Pembangunan  untuk menghasilkan rencana Pembangunan dalam jangka Panjang,Jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat  ditingkat pusat dan daerah.
Saat ini sungguh sangat disayangkan, bahwa kebanyakan dari pendemo belum sepenuhnya membaca UU Ciptaker, mereka lebih percaya hoax ketimbang membaca pasal demi pasal. sementara jika ada yang kurang pas mungkin bisa protes melalui yudicial review ke Mahkamah Konstitusi, begitu prosedurnya, tidak harus memporakporandakan  fasilitas yang ada. Padahal fasum tersebut juga dibangun dengan APBD, yang perencanaannya harus dilakukan setahun sebelum pengesahan APBD. apalagi disaat pandemi semua anggaran terkuras untuk Covid 19.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa omnibus law itu bertujuan menyediakan lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya bagi pencari kerja dan para pengangguran. Dan UU Â tersebut juga sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya korupsi. Para masyarakat yang ingin membuka usaha baru. Mempermudah perizinan, peraturan tidak tumpang tindih. tapi semua itu hilang dari pengamatan masyarakat karena adanya hasutan di media sosial.Â
Kini setelah semuanya berantakan, apa yang terjadi ? membiarkan kerusakan tersebut menjadi benda mati? orang-orang yang terluka baik fisik maupun jasmani sudah saling menyakiti? bagaimana masa depan anak-anak SMP dan SLTA yang hanya ikut-ikutan, bahkan mereka akan punya catatan kriminal di kantor Polisi, bagaimana  pengaruhnya nanti disaat mereka melamar  pekerjaan, bukankah Kepolisian yang akan mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)? Anehnya lagi apakah pihak Universitas  tidak melarang, sebab diantara mahasiswa yang demo, mereka berani memakai jaket almamater? Mahasiswa bisa saja mengklaim bahwa demo tersebut adalah bentuk protes mereka terhadap Undang-undang Ciptaker, tapi yang anak SMP,SLTA, bagaimana bisa mereka turut  meramai-ramaikan, apakah mereka pikir itu sebuah ajang perlombaan pesta dan hura-hura? Kasihan para orangtua yang luput mengawasi anak-anaknya, padahal kepada merekalah harapan masa depan akan berubah.Â
Setelah demo selesai, apakah persoalan akan selesai ?belum tentu. akan ada persoalan baru yaitu orang-orang yang terindikasi kena Virus Covid 19, sementara  kita ketahui Propinsi  DKI,Jawa Barat,Jawa Timur,  sedang menerapkan PSBB, mereka seakan tidak perduli dan takut tertular, kalau dilihat jumlah kematian akibat covid yang sangat signifikan, disaat  demo mereka bisa saling bersentuhan, sebagian memakai masker, sebagian lagi dikaikan  di dagu. kenapa  tidak ada rasa takut?apakah lagi-lagi karena berita hoax yang mengatakan bahwa covid 19 itu di rekayasa? entahlah.....Yang pasti setelah demo, akan banyak PR Pemerintah,DPR dan para Penegak Hukum. Kerugian tidak sedikit,sementara untuk membangun fasilitas - fasilitas memerlukan biaya yang banyak. semuanya sia-sia. akankah perjuangan anak-anak mahasiswa dan buruh- buruh tersebut akan membuahkan hasil? Apakah Pemerintah bergeming,dan mau diajak berunding agar tuntutan mereka dikabulkan? disaat buruh melaksanakan demo, selama 3 (tiga) hari  pabrik tidak produksi, apakah gaji mereka terpotong karena aksi tersebut?ketika Presiden Jokowi telah menjelaskan isi dan tujuan UU Ciptaker apakah para buruh akan melanjutkan demo? lama kelamaan pasti akan menyusup kelompok  yang memanfaatkan situasi, yang punya ormas, yang punya komunitas, ramai-ramai melakukan demo dan orasi, seperti  benang kusut. Politik memang terlalu susah untuk dipahami, sebentar hijau, biru,merah, kuning, mirip warna pelangi. sedih sebagai orang awam tidak bisa berbuat apa-apa.hanya berharap semoga negara kita ini aman sejahtera,aman dari covid,aman dari niat radikal,aman dari anarkhis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H