BUNTUT pembekuan PSSI oleh Menpora terus menyublimkan masalah tersendiri bagi insan dan pecinta bola di tanah air. Menpora sebagai pemangku otoritas dunia olahraga di Indonesia secara tegas langsung mengeluarkan Surat Keputusan Pembekuan Organisasi PSSI, karena dianggap tidak patuh terhadap rekomendasi BOPI, yang merupakan kepanjangan tangan dari Menpora.
Lewat surat bernomor 0137 tahun 2015, Menpora menyatakan tak mengakui kepengurusan PSSI yang baru terpilih pada Kongres Luar Biasa (KLB), Sabtu (18/4) lalu. Selain itu, penyelenggaraan kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) 2015 akan dilimpahkan ke KONI, KOI, Asosiasi Provinsi PSSI, dan klub setempat. Tak sampai di situ, Menpora juga akan mengambil alih pengelolaan timnas Indonesia U-23 yang bakal berkiprah di SEA Games 2015.
Sebenarnya ketegasan Menpora Imam Nahrawi ini cukup beralasan, mengingat selama ini PSSI selalu berlindung di balik ‘statuta FIFA’ yang nyata-nyata memang selalu mendukung organisasi anggotanya. Tak mengherankan, PSSI pun sering abai terhadap saran maupun peringatan pemerintah. Padahal tak ubahnya seperti organisasi-organisasi keolahragaan lainnya di Indonesia, PSSI mestinya juga harus mampu mensinergikan lembaganya di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Apa yang dilakukan Menpora tentu bukan asal ketok palu atas SK yang dikeluarkanya tersebut. Sederet alasan melandasi itu semua yang klimaksnya adalah tetap diikutknnya Persebaya dan Arema Cronus sebagai peserta Liga Super Indonesia. Padahal, BOPI dalam rekomendasinya hanya merestui 16 klub dari 18 yang diverifikasi. Tidak hanya itu, dalam kasus ini, PSSI juga tidak menggubris permintaan penundaan pelaksanaan dan pelaksanaan kompetisi ISL sesuai waktu yang ditentukan, tapi dengan congkaknya PSSI menetapkan waktu sendiri yang justru lebih mundur dari jadwal yang direkomendasikan BOPI.
Di lain pihak, PSSI yang dalam KLB di Surabaya lalu telah menetapkan LaNyalla Mattaliti sebagai Ketua Umum, menegaskan, pihaknya akan melawan keputusan Menpora tersebut. PSSI sendiri resmi telah mengajukan gugatan terhadap SK mengenai pembekuan organisasi tersebut. PSSI minta SK itu dibatalkan. Alasan bahwa ikut campurnya pemerintah dalam tubuh PSSI justru akan membuat FIFA menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia dalam keikutsertaannya di turnamen internasional.
Sebelumnya, pada 10 April 2015, FIFA sendiri sudah berkirim surat kepada Menpora terkait kewenangan PSSI dalam melakukan verifikasi klub ISL. Dalam surat itu, ditegaskan bahwa PSSI memiliki kewenangan penuh untuk melakukan verifikasi terhadap klub peserta ISL. Dan campur tangan pihak ketiga sangat diharamkan. Itu sudah sesuai pasal 13 dan 17 statuta FIFA. Semoga hal buruk ini tidak terjadi.
Dalam konteks berpikir positif, semestinya antara Kemenpora dan PSSI bisa bertemu untuk membicarakan segala persoalan sekaligus mencari jalan keluar terbaiknya. Tak perlu saling menyalahkan pihak lain dan membenarkan diri sendiri. Bila masing-masing memiliki itikad baik demi memajukan sepak bola Indonesia, semestinya memecahkan persoalan yang diutamakan, bukan memperuncing persoalan.
PSSI memang memiliki keeksklusifan tersendiri dalam mengelola organisasi di bawah naungan FIFA. Meskipun demikian, para pengurus PSSI juga harus memahami bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang baik, yang mempunyai kewajiban taat terhadap segala aturan, yang dalam hal ini dipercayakan kepada Kemenpora.
Menpora melalui BOPI melakukan verifikasi ketat terhadap peserta ISL tentu bertujuan membangun sistem persepak bolaan yang lebih baik dan profesional. Sebab dalam sebuah Liga Sepak Bola terdapat potensi ratusan miliar rupiah berputar; mulai dari sponsorship, kontrak dan gaji pemain, pendapatan hak siar, tiket pertandingan, pajak dan lain-lain yang semuanya diperlukan keprofesional dalam pengelolaannya sehingga tak hanya dinikmati sebagian kecil orang.
Sudahlah, jalan terbaik sekarang adalah, Menpora dan PSSI segera bisa duduk bersama dan menetapkan target yang sama pula untuk kemajuan sepak bola Indonesia. Bila belum lama ini Menpora menargetkan Indonesia bisa masuk putaran Piala Dunia 2022, maka PSSI harus sejalan, bukan menentukan target sendiri lolos Piala Dunia 2046 yang katanya bersamaan dengan Hari Kemerdekaan RI ke-100. Alhasil, tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan bila bersama-sama dirundingkan. Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H