Kondisi perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang rawan terhadap guncangan ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal memiliki potensi mengganggu kinerja ekonomi.
Perkembangan perekonomian Indonesia yang cukup baik pada awal tahun 1990-an harus berakhir tragis sejak jatuhnya Bath Thailand. Krisis Asia yang disebabkan oleh guncangan Bath telah mengakibatkan perekonomian Indonesia turut mengalami kelumpuhan. Di sisi lain, jatuhnya perekonomian pada tahun 1997 juga diperparah dengan sistem pemerintahan yang buruk.
Jatuhnya perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan anjloknya nilai Rupiah, meningkatnya inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan utang. Kompleksitas permasalahan ekonomi Indonesia pada saat itu memberikan trauma dan pengalaman berharga dalam sejarah ekonomi Indonesia.
Pasalnya jatuhnya perekonomian mengakibatkan ketidakseimbangan pada fiskal Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga menyentuh angka 13,13 persen dengan inflasi mencapai 77,63 persen sehingga mengakibatkan ketidakmampuan fiskal dalam membiayai pemulihan ekonomi. Hal ini berdampak buruk terhadap neraca berjalan melalui saluran perdagangan internasional.
Pada tahun 1997, keterpurukan ekonomi mengakibatkan defisit anggaran mencapai 2,5 persen dar PDB dengan rasio utang mencapai 57,7 persen terhadap PDB. Peningkatan utang dari USD 136 miliar menjadi USD 150 miliar diakibatkan oleh ketidakmampuan fiskal Indonesia dalam menangani krisis ekonomi pada tahun 1998. Hal ini diperparah dengan capital outflow yang terus mengalir ke luar mengakibatkan tidak adanya anggaran yang dapat digunakan sebagai penunjang perekonomian Indonesia.
Krisis ekonomi tahun 1998 menjadi pengalaman terburuk bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya, proses pemulihan ekonomi pada saat itu membutuhkan biaya yang tinggi dengan waktu yang lama. Indonesia yang mengatasi pembiayaan tersebut dengan meningkatkan utang luar negeri memberikan dampak secara berkepanjangan terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya dengan jumlah utang yang tinggi serta menggulungnya bunga pinjaman dari waktu ke waktu akan memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Fenomena Twin Deficit Pada Era Reformasi
Sejak kejatuhan ekonomi pada tahun 1998 lalu, perekonomian Indonesia juga masih dibayang-bayangi oleh fenomena twin deficit. Hal ini kembali terjad pada masa reformasi.
Pandemi Covid-19 yang merambat masuk ke Indonesia pada awal tahun 2020 menyebabkan jatuhnya perekonomian yang disebabkan oleh faktor non-ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi hingga 2,07 dengan defisit fiskal yang semakin melebar menyentuh angka 6,34 persen.
Keterpurukan ekonomi Indonesia pada saat itu perparah dengan kondisi ekonomi global yang semakin tidak pasti. Tensi geopolitik yang menguat telah menyebabkan defisit fiskal dan defisit neraca berjalan terjadi secara bersamaan. Bank ndonesia melaporka transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit 0,5 persen pada kuartal II-2023.
Kondisi ini dikarenakan oleh proyeksi perekonomian yang buruk sehingga mengakibatkan capital outflow. Derasnya arus modal keluar berdampak pada tren menurun dari anggaran fiskal dan neraca berjalan di Indonesia.