wanita modern Indonesia yang menghadapi ketakutan terhadap pernikahan.Â
Ketidakhadiran figur ayah dalam kehidupan anak-anak sering kali membawa dampak psikologis yang mendalam, terutama bagiFigur ayah yang baik dan berperan aktif tidak hanya memberikan contoh tentang bagaimana seharusnya seorang pria memperlakukan wanita, tetapi juga membentuk pandangan positif tentang hubungan antara pria dan wanita, termasuk dalam konteks pernikahan.Â
Namun, ketika figur ayah ini tidak ada, konsekuensi negatif pun muncul, memengaruhi cara wanita membangun hubungan romantis dan pernikahan mereka di masa dewasa.
Menurut Attachment Theory yang dikembangkan oleh John Bowlby, hubungan awal antara anak dan pengasuh utama adalah kunci dalam membentuk pola keterikatan yang akan memengaruhi perkembangan kepribadian dan hubungan antarpribadi di masa dewasa. Ketidakhadiran ayah dapat menyebabkan masalah keterikatan, seperti perasaan tidak aman dan takut ditinggalkan, yang berdampak pada cara individu membentuk dan mengatur emosi dalam hubungan mereka
Selain itu, teori psikoanalitik Freud, khususnya Oedipus Complex, menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perasaan keinginan terhadap orang tua lawan jenis dan bersaing dengan orang tua sejenis. Ketika ayah tidak hadir, penyelesaian kompleks ini dapat terganggu, memengaruhi perkembangan identitas gender dan hubungan dengan figur otoritas di masa depan
Psikologi Individual Adler juga menekankan pentingnya pengalaman awal dalam dinamika keluarga. Anak-anak yang mengalami pengabaian atau penolakan dari ayah mungkin mengembangkan perasaan inferioritas dan tidak berharga, yang dapat memengaruhi harga diri dan interaksi sosial mereka di masa dewasa
Wanita yang tumbuh tanpa figur ayah mungkin mengalami ketakutan yang mendalam terhadap pernikahan. Mereka mungkin merasa tidak percaya diri dalam hubungan, takut ditinggalkan, atau khawatir akan kegagalan pernikahan. Ketidakpercayaan dan kecemasan ini sering kali berakar dari pengalaman masa kecil yang tidak stabil dan ketidakmampuan untuk melihat contoh hubungan yang sehat dan penuh kasih.
Selain itu, ketiadaan figur yang memberikan contoh positif tentang bagaimana seorang pria seharusnya memperlakukan seorang wanita dapat memengaruhi persepsi wanita terhadap hubungan pernikahan. Wanita yang tidak memiliki pengalaman positif dengan ayah yang baik mungkin cenderung memiliki ketakutan akan kegagalan dalam hubungan pernikahan atau ketidakmampuan untuk memilih pasangan yang tepat.
Dalam konteks modern, wanita di Indonesia juga menghadapi tekanan tambahan dari perubahan sosial dan budaya. Meskipun kesetaraan gender terus meningkat, norma-norma tradisional masih mempengaruhi pandangan terhadap pernikahan dan peran gender. Ketidakhadiran figur ayah bisa memperburuk konflik internal ini, menyebabkan ketakutan yang lebih besar terhadap pernikahan karena ketidakpastian dalam peran dan harapan dalam hubungan pernikahan.
Untuk mengatasi ketakutan ini, penting bagi wanita yang mengalami fatherlessness untuk mengenali dan memahami dampak psikologisnya terhadap pandangan dan ketakutan mereka terhadap pernikahan. Mendapatkan dukungan dari konselor atau terapis dapat membantu mereka mengatasi masalah keterikatan, memperbaiki harga diri, dan membangun kepercayaan dalam hubungan. Dengan pemahaman dan dukungan yang tepat, wanita dapat mengatasi ketakutan mereka dan membangun hubungan pernikahan yang sehat dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H