JAKARTA, KOMPAS.com — Penampilan vokalis dunia Lady Gaga di panggung dinilai oleh Front Pembela Islam (FPI) terlalu vulgar. Karena itu, FPI menolak dengan tegas konser Lady Gaga yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, 3 Juni 2012, sebagai bagian dari Born This Way Ball Tour-nya.
"Dengan ini kami tegaskan bahwa Front Pembela Islam dan seluruh adat Nusantara menolak konser Lady Gaga," kata Pemimpin FPI, Habib Riziq, di kantor DPP FPI, Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, Jumat (4/5/2012).
FPI menegaskan bahwa mereka memiliki alasan kuat menolak Gaga menginjakkan kaki di SUGBK. "Karena kami sudah pelajari betul, siapa dan bagaimana Lady Gaga saat melakukan konser di berbagai negara. Jadi, tidak sesuai dengan norma agama dan nilai-nilai luhur daripada adat istiadat Nusantara," kata Riziq lagi.
Bila konser Gaga tetap digelar, lanjut Riziq, ia tak akan menanggung risikonya. "Saya tidak bertanggung jawab bila konser tersebut dipaksakan untuk digelar. Saya tidak bertanggung jawab kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau pengin Jakarta chaos, gelar saja," ucapnya.
Sumber: http://entertainment.kompas.com/read/2012/05/04/18113076/FPI.Tolak.dengan.Tegas.Konser.Lady.Gaga (diakses pada tanggal 18 Mei 2012)
Kematian Tuhan
Menilai seseorang dengan timbangan benar-salah merupakan perbuatan yang sangat mudah dilakukan. Yang sulit kalau timbangan itu dikenakan kepada kita. Apakah kita sendiri sudah sesuai dengan ukuran tersebut?
Flisuf Jerman bernama Nietzsche (1844-1900) terkenal dengan ucapannya bahwa “tuhan sudah mati” (God is dead, Jerman: “Gott is tot”).
“Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu [pembunuhan Tuhan]? (Nietzsche, Die fröhliche Wissenschaft, seksi 125)*
Setidaknya bagi umat Kristiani, Tuhan memang pernah benar-benar mati. Dia mati disalibkan. Sejarah mencatat pemuka agama Yahudi yang menjadi otak di balik pembunuhan ini. Tetapi kitab suci dengan tegas mengatakan bahwa kitalah yang sebenarnya membunuh Tuhan. Kristus telah mati karena dosa-dosa kita (1 Kor 15:3).
Saya membayangkan kalau seandainya Tuhan sungguh-sungguh mati saat itu. Mungkin saja apa yang ditulis Nietzsche dapat benar-benar terjadi. Manusia akan berkompetisi menjadi tuhan-tuhan baru di dunia. Tuhan-tuhan baru ini membentuk kelayakan dan kepatutan-kepatutan baru seturut dengan kepentingan pribadinya.
Untunglah kematian tidak mampu mengalahkan Kristus. Dia jaya melampaui kematian. Peristiwa Paskah dan peringatan kenaikan-Nya menjadi bukti bagaimana Yesus menaklukkan kematian di bawah kaki-Nya. Yesus memerintahkan agar kabar gembira ini dibagikan ke seluruh dunia. Bahwa Tuhan sudah mati menebus dosa manusia, namun bangkit dan menyediakan tempat di Sorga bagi setiap orang yang percaya.
Kembali ke dunia sekarang, agama seharusnya tetap mewartakan kabar gembira itu bagi semua orang, khususnya menyapa mereka yang terikat dalam kegelapan dosa. Wanita yang berzinah diselamatkan oleh kabar gembira dari Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11)
Tindakan menghakimi sebelah pihak hanya mencerminkan ketidakdewasaan iman seseorang. Setidaknya jangan menjadikan agama sebagai “pisau” yang membunuh Tuhan sejati dan kedok manusia menyamar jadi tuhan yang kerdil.
*Sebenarnya konsep Nietzsche tentang "Tuhan sudah mati" bukan secara harafiah, seperti dalam "Tuhan kini secara fisik sudah mati"; sebaliknya, inilah cara Nietzsche untuk mengatakan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak lagi mampu untuk berperan sebagai sumber dari semua aturan moral atau teleologi. (sumber: wikipedia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H