Mohon tunggu...
Arnol Susanto
Arnol Susanto Mohon Tunggu... -

saya orang senang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Palsu

16 Mei 2012   18:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:12 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Baru-baru ini publik dikagetkan dengan berita pemakaian plat palsu pada mobil milik ketua salah satu partai pemimpin di negeri ini. Konon kisahnya demikian, sang ketua memiliki dua tipe mobil yaitu Toyota Alphard Vellfire dan Toyota Kijang Innova. Sejatinya kedua mobil tersebut memiliki plat mobil atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang berbeda. Tetapi kenyataannya, kedua mobil itu lalu lalang berkeliaran di jalan dengan memakai TNKB yang sama, yaitu sama-sama B 1716 SDC.

Fenomena ajaib itu diabadikan dalam jepretan wartawan dan diberitakan melalui media massa. Kontan kejadian ini memancing polemik dadakan di masyarakat, hingga akhirnya pihak kepolisian turun tangan. Usut punya usut, ternyata memang TNKB itu palsu adanya. Kedua mobil terekam memiliki TNKB yang berbeda masing-masing.

Masalah kepalsuan bukan hal baru dalam hidup manusia. Kepribadian manusia sendiri bisa dianalogikan sebagai ruangan yang penuh dengan topeng. Tidak heran, karena kepribadian atau personality berasal dari kata persone yang berarti topeng. Persone menunjuk pada topeng yang biasa dipakai oleh pemain sandiwara pada zaman Romawi.

Yesus mengingatkan agar berhati-hati dengan nabi-nabi palsu. “Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.” (Mat 24:10). Nabi palsu ini datang dan bertindak layaknya yang asli. Dikatakan mereka dapat melakukan banyak tanda dan mujizat, bahkan sekiranya mungkin orang-orang palsu ini dapat menyesatkan yang asli juga (lih. Mat 24:24).

Masalah kepalsuan kerap membuat bingung. Ada saja orang-orang yang dari luar terlihat baik, tetapi nyatanya penuh kepalsuan. Sulit menilai kepalsuan hanya sekejap pandang. Perlu waktu mendalam untuk memastikan mereka masuk kategori palsu atau tidak.

“Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Mat 7:20). Buah berarti hasil perbuatannya. Walau sama-sama terlihat baik, berhikmat, dan bijak tetapi buah perbuatannya tentu berbeda. Mereka yang asli membuahkan perbuatan-perbuatan baik secara nyata, sedang orang yang penuh kepalsuan pasti menghasilkan kebalikannya. “Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Mat 7:18).

Saya jadi teringat murid Yesus bernama Natanel. Ketika pertama bertemu, Yesus menyebut Natanael sebagai orang sejati dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (lih. Yoh 1:47).

Saya membayangkan seandainya saya yang bertemu dengan Yesus saat itu.

Apakah Dia akan mengatakan hal serupa? Bahwa saya ini asli, sejati, dan tidak palsu?

Atau Dia malah mengucapkan sebaliknya? Kalau saya itu orang palsu bak mata air yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan?

Bagaimana pula pendapat Anda ketika bertemu saya?

Sudahlah jujur saja. Saya lebih suka disakiti dengan kejujuran, daripada dibunuh dalam kepalsuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun