Pernah kau lihat awan? Bertumpuk-tumpuk dia indah diatas sana, awan pagi masih pucat tapi ketika mentari datang dia seolah-olah sembunyi-sembunyi merekah dan menatapku tersipu malu, awan siang hari warnanya putih bersih di antara langit biru yang menyilaukan mata, awan sore lebih indah lagi, apalagi ketika merah mentari yang malu bersembunyi memantulkan cahaya indah membuat si awan bak kanvas yang di lukis seorang maestro lukis Van Gogh, apalagi kalau turun  hujan, rasanya mau aja terbang tinggi memeluk awan,coraknya hitam, tapi dibaliknya kau akan mememukan sebuah padang terbuka penuh bunga aku sering membayangkannya, kalau saja bisa terbang pikirku. jika malam pun rasanya pun  rindu melihat  sekali awan, tapi sangat sayang karena tak terlihat, tapi rindu ini terpuaskan ketika pagi hari melihatnya lagi dengan mesra.
           Betulkah kau sudah betul-betul melihat awan? ketika aku berjalan dijalan setapak dan rintik hujan mulai  berjatuhan, aku sambil menghirup udara dingin semerta-merta memandang ke arah awan, aku merasa seolah-olah penari yang tak hentinya mengekspresikan rasa cinta yang sendu, langkah dan tangan mengalirkan gerakan sakral tari yang telah lama punah, titik hujan serasa jutaan bunga yang berjatuhan, aku ditaburi bunga semerbak harum, aku tak berhenti menari, awan tak berhenti tersenyum melihat tingkah ganjil ku.
           Tak tahu kenapa mata ini selalu mengarah kearah atas sana, bertanya selalu betapa luar biasanya bentuk mu yang selalu istimewa, tak pernah sama dan hanya sekejap kau berubah, pergi hilang tah kemana, digantikan teman mu yang sama istimewanya. ketika kulihat dia, aku merasa melihat mu, padahal bukan, tertipu aku, lucu kurasa tapi sudalah aku tetaplah kulihat. Sudah betulkah kau memandang awan? Begitu sempurna ia diatas sama, rendah hati dia selalu memudungi saja, tapi sudahkah betul kau melihatnya?
           Awan bagi ku adalah teman sejati yang selalu menemani kemana pun aku pergi, sahabat yang baik dia rupanya. Dia juga kaca bagi ku yang membuktikan bahwa segala sesuatu yang manusia anggap indah hanya kebohongan semata, keindahan semu yang tiada artinya, dia kaca yang menunundukan ku ketika aku mencoba untuk lebih tinggi darinya, dia juga yang mengingatkan aku kepada sang pencipta yang betapa luar biasanya menciptanya, sungguh aku tiada apa-apanya, sungguh kita kecil, bak lilin ditengah badai yang bisa padam kapan saja. Sudahkah kau melihat awan?
Sudahkah kau betul melihat awan?
Sudahkah kau melihatnya?
Sudahkah Kau? Â
           Â
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H